Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah beberapa waktu lalu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengkaji ulang target proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW), kini giliran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak hal yang sama.
Desakan ini diutarakan menyusul adanya potensi kelebihan pasokan listrik yang diprediksi akan merugikan PT PLN (Persero) yang bertindak sebagai pembeli listrik yang dihasilkan perusahaan swasta atau independent power producer (IPP).
"Karena kalau sudah ada power purchase agreement (PPA) tapi idle capacity (tidak terpasang), PLN atau negara harus tetap membayar. Ujung-ujungnya keberadaan pembangkit malah akan menjadi beban negara," ujar Satya Yudha, Wakil Ketua Komisi VII di Jakarta, Senin (5/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui menyusul adanya ancaman defisit listrik di Indonesia, pemerintah berinisiatif menambah kapasitas listrik terpasang melalui proyek 35 ribu MW dalam 5 tahun ke depan.
Selain sebagai kelanjutan dari upaya percepatan pembangunan pembangkit atau yang dikenal
Fast Track Program I dan II yang dijadwalkan di era pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), eksekusi proyek 35 ribu MW juga digaungkan demi menutupi kebutuhan listrik di Indonesia yang terus meningkat.
Akan tetapi Direktur Pengkajian Energi Universitas Indonesia Iwa Garniwa menilai pemerintah tak memiliki analisa yang mendalam ihwal penetapan proyek yang ditaksir menelan biaya hingga Rp 1.200 triliun. Diantaranya keberadaan
grand design sumber pasokan bahan baku energi, hingga daerah-daerah mana saja yang sudah sangat membutuhkan listrik dalam waktu dekat.
"Sekarang kalau kita tanya, apakah pemerintah atau PLN sudah punya catatan detil mengenai sumber batubara sampai dengan kalori dan cadangannya untuk pembangkit listrik mulut tambang? Jawabannya belum kan. Sebenarnya saya bukan pesimistis, tapi menyangsikan proyek ini bisa berjalan optimal kalau kenyataannya seperti itu," tutur Iwa.
Libatkan Perusahaan KecilDi kesempatan yang sama, Sektetaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Apebindo) Eka Wahyu Kasih berharap pemerintah juga harus memberikan kesempatan bagi para pelaku usaha pertambangan berskala kecil-menengah untuk bisa memasok batubara ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Selain dapat memberikan stimulus bagi perusahaan tambang di tengah anjloknya harga batubara, upaya tersebut diyakini mampu menggerakkan ekonomi di dalam negeri.
"Karena kebanyakan produksi kita itu dipasok untuk dalam negeri atau domestic market obligation (DMO). Kalau memang proyek 35 MW tetap dijalankan, harusnya pengadaan sumber energi jatuh ke Indonesia bukan malah ke (perusahaan) Singapura atau luar negeri. Ini juga termasuk IPP," cetusnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli telah menyatakan bakal menginstruksikan Menteri ESDM Sudirman Said untuk merevisi target proyek ketenagalistrikan dari 35 ribu MW ke 16 ribu MW. Akan tetapi, Sudirman yang merupakan mantan petinggi perusahaan pertambangan PT Indika Energy Tbk dan PT Petrosea Tbk itu berkukuh tak akan merevisi program 35 ribu MW.