Industri Rokok Hanya Sanggup Pikul Penaikan Cukai 7 Persen

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Kamis, 08 Okt 2015 15:46 WIB
Di tengah pelemahan daya beli masyarakat, pelaku industri rokok menilai menaikkan harga jual rokok untuk mengimbangi tarif cukai merupakan pilihan yang sulit.
Di tengah pelemahan daya beli masyarakat, pelaku industri rokok menilai menaikkan harga jual rokok untuk mengimbangi tarif cukai merupakan pilihan yang sulit. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar lebih dari 10 persen tahun depan dinilai memberatkan industri rokok, meskipun pemerintah telah memastikan tidak akan menaikkan tarif bagi perusahaan rokok kretek kecil.

Anggota Forum Pertembakauan Jawa Timur Fendy Setiawan menilai meski sudah direvisi, kenaikan tarif cukai tahun depan akibat ditetapkannya target penerimaan CHT sebesar Rp 142,7 triliun masih terlalu tinggi.

“Kenaikkan itu tidak realistis dan sangat tidak pas dilakukan saat semua indikator ekonomi tengah turun dan daya beli masyarakat juga anjlok. Ini sangat memberatkan industri," ujar Fendy saat dihubungi, Kamis (8/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menghitung, ada 6 juta pekerja yang bergantung ke IHT mulai dari hulu hingga hilir. Kenaikan cukai sekarang justru hanya melahirkan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran di industri tersebut.

Dengan bisa bertahan di tengah perlambatan ekonomi saja, Fendy menilai hal tersebut sudah cukup bagus bagi perusahaan rokok. Namun jika terus dibebani dengan beban cukai yang terlalu berat, pilihan PHK terhadap pekerja bisa menjadi pilihan yang tak terelakkan. Karena sejatinya, industri sudah kesulitan untuk menaikkan harga jualnya.

Tidak hanya itu, dampak lanjutannya, pabrikan rokok bakal menunda pembelian tembakau. Sehingga petani tembakau pun akan terkena dampak yang tak kalah berat dengan industri.

"Sekarang ini masa tanam dan dua tiga bulan lagi panen, kebijakan cukai ini makin menambah ketidakpastian dalam bertani," tegasnya.

Diperkirakan, korban kenaikkan cukai ini akan menggilas lebih dulu pabrik rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT) yang banyak menyerap tenaga kerja perempuan. Dalam lima tahun terakhir, terjadi penurunan produksi SKT rata-rata sebesar 3,7 persen per tahun. Penurunan produksi sebesar itu membuat 34 ribu orang kehilangan pekerjaan.

Sanggup 7 Persen

Selanjutnya, gelombang PHK akan menyerang ke sigaret kretek mesin (SKM). Di Jawa Timur, Fendy menilai tanda-tanda itu sudah tampak. Setidaknya ada tujuh pabrik yang bakal merumahkan karyawannya. Sebagai gambaran, PT HM Sampoerna Tbk dan PT Gudang Garam Tbk telah merumahkan 18 ribu lebih pekerjanya.

“Saat ini, IHT itu hanya menanggung kenaikkan cukai di kisaran 6 persen hingga 7 persen. Lebih dari itu, IHT ini bakal hancur,” pungkasnya.

Beban IHT juga makin berat karena adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/2015. Di beleid ini, pesanan cukai harus dibayar di muka. Kewajiban ini jelas akan memperparah beban keuangan perusahaan.

Fakta menunjukkan, kenaikkan cukai merupakan isu sensitif bagi IHT. Catatan Kementerian Perindustrian menunjukkan,akibat kenaikan cukai yang signifikan sejak 2008, dari total 4.900 pabrik pada 2004, kini hanya terisa 700.

Menteri Perindustrian Saleh Husen sendiri sudah menyampaikan surat kepada Kementerian Keuangan bahwa pengenaan cukai tinggi akan memberatkan industri rokok karena terjadinya penurunan penjualan.

Akibatnya, penerimaan negara dari cukai tidak akan tercapai. Menperin juga menunjukkan peningkatan rokok illegal dan PHK bahkan gulung tikarnya pabrik.

"Memperhatikan hal tersebut, dan mengingat kondisi perekonomian saat ini, kami mengusulkan rencana kenaikan cukai dari hasil tembakau dapat ditinjau kembali," kata Saleh beberapa waktu lalu. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER