Wacana Suku Bunga Negatif Menguat untuk Dorong Ekonomi RI

CNN Indonesia
Kamis, 11 Feb 2016 15:54 WIB
Beberapa bank sentral yang telah menerapkan suku bunga negatif antara lain Denmark, Swiss, Swedia, Bank Sentral Eropa, dan Jepang.
Beberapa bank sentral yang telah menerapkan suku bunga negatif antara lain Denmark, Swiss, Swedia, Bank Sentral Eropa, dan Jepang. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) diminta untuk mengkaji penerapan suku bunga negatif seperti yang telah diterapkan beberapa bank sentral negara lain untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi sekaligus menghindari ancaman resesi.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menjelaskan bank sentral yang menerapkan suku bunga negatif akan memaksa bank umumnya untuk tidak lagi memberikan imbalan bunga kepada nasabah yang menyimpan dananya di bank dalam bentuk tabungan, deposito atau produk simpanan lain. Namun, nasabah yang menyimpan uangnya di bank justru diminta untuk membayar layanan penyimpanan uang yang disediakan oleh bank tersebut.

“Setidaknya bank sentral beberapa negara telah mengenakan pungutan atau ongkos atas deposit tertentu yang ditempatkan di bank sentral oleh lembaga keuangan,” kata Faisal dalam riset, dikutip Kamis (11/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Faisal mencatat lima bank sentral yang telah menerapkan suku bunga negatif antara lain Denmark sebesar -1 persen, Swiss -0,75 persen, Swedia -0,35 persen, Bank Sentral Eropa -0,3 persen, dan Jepang sebesar -0,1 persen.

Ia menjelaskan, dengan menerapkan suku bunga negatif diharapkan lembaga keuangan lebih gencar menyalurkan kredit, mendorong investasi dan konsumsi.

“Bank Sentral Jepang juga berharap nilai tukar yen akan melemah sehingga memacu ekspor. Namun, setelah meluncurkan kebijakan suku bunga negatif, nilai tukar yen justru menguat,” ujarnya.

Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) memberi contoh lain yang dialami oleh Bank Sentral Eropa. Sejak menerapkan suku bunga negatif, kawasan Uni Eropa mengalami pertumbuhan ekonomi secara konsisten.

“Pada 2013 perekonomian negara-negara zona Euro masih mengalami kontraksi 0,4 persen. Setahun berikutnya terjadi ekspansi sebesar 0,9 persen, dan tahun lalu naik lagi menjadi 1,5 persen,” jelasnya.

Sementara, Republik Ceko yang disebut Faisal juga menerapkan suku bunga negatif menunjukkan kinerja lebih baik ketimbang negara-negara bekas komunis di Eropa.

“Daya tahan ekonominya berada di zona positif. Jadi apakah kebijakan fiskal semakin tersisih untuk menggairahkan perekonomian?” imbuhnya.

Namun, Amerika melalui Gubernur The Federal Reserves Janet Louise Yellen memastikan tidak akan mengikuti langkah tersebut. Bahkan Yellen menegaskan, The Fed tidak akan menurunkan suku bunga acuan dari posisi saat ini di kisaran 0,25-0,5 persen yang ditetapkan mulai pertengahan Desember 2015 lalu.

"Saya tidak berharap bahwa Federal Open Market Committee (FOMC) dalam situasi ini perlu menurunkan suku bunga," kata Yellen menjawab pertanyaan Kongres Amerika tadi malam yang menanyakan apabila pertumbuhan ekonomi Amerika ternyata lebih lemah dari perkiraan bisa mendorong FOMC berbalik arah dan menurunkan suku bunga lagi.

Ia menjelaskan, keyakinannya bahwa ekonomi Amerika akan terus membaik berdasarkan keberhasilan industri di negara tersebut yang terus mengurangi tingkat pengangguran.

"Selalu ada beberapa risiko resesi, dan saya mengenali dan baru saja menyatakan bahwa perkembangan keuangan global dapat menghasilkan perlambatan dalam ekonomi,” kata Yellen.

Namun, ia menekankan sangat penting bagi The Fed untuk tidak melompat dan membuat kesimpulan prematur tentang prediksi ekonomi Amerika.

“Jadi saya tidak berpikir itu akan diperlukan untuk menurunkan suku bunga,” tegasnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER