Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) menjamin rencana pemerintah membangun Pusat Logistik Berikat (PLB) bagi peralatan migas di Sorong, Papua Barat akan mampu menyediakan kebutuhan peralatan hulu migas di Indonesia Timur.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat SKK Migas Elan Biantoro mengungkapkan pembangunan PLB ini bisa memangkas ongkos logistik peralatan migas karena Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) bisa memanfaatkan fasilitas itu bersama. Hal ini, jelasnya, bisa mengurangi pembebanan
cost recovery yang dibayarkan Pemerintah kepada KKKS.
"Kalau bisa patungan kan bisa lebih murah, karena ada pemanfaatan infrastruktur bersama. Sedangkan kalau sendiri-sendiri
cost recovery bisa lebih mahal," ujar Elan ditemui di kantornya, kemarin malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, ia tak punya angka pasti terkait penghematan yang dimaksud. Namun, ia mencontohkan penghematan di sisi logistik yang bisa dikurangi KKKS sehingga meringankan beban
cost recovery.
Ia mencontohkan biaya pendatangan dan pengembalian peralatan migas (mobilisasi dan demobilisasi) antara Singapura hingga Indonesia Timur yang sekiranya bisa menelan US$1 juta hingga US$2 juta. Terlebih dengan adanya PLB di Sorong, peralatan migas bisa mudah diawasi karena sudah memiliki tempat dan SKK Migas bisa lebih mudah melakukan inspeksi.
Ia menjelaskan, kadang peralatan migas yang disewa untuk eksplorasi ada yang dalam kondisi tidak baik. Dengan argo tarif penyewaan yang sudah dimulai namun alat tidak bisa digunakan, Elan berujar itu akan merugikan negara secara finansial.
"Pokoknya jangan sampai peralatan itu ketika survei malah rusak di tengah jalan, karena standby cost (peralatan migas) juga kami yang bayarkan. Kami bayarnya dilakukan sekaligus dalam satu waktu (
lump sum) dengan
daily rate US$15 ribu hinga US$20 ribu, siapa sih yang mau bayar sehari sampaiRp 100 juta lebih," jelasnya.
Sampai sejauh ini, tambahnya, sudah ada beberapa perusahaan yang berminat menjadi operator PLB tersebut namun ia tak ingat nama-nama perusahaannya. Namun jika sudah terbangun, PLB itu bisa dimanfaatkan KKKS seperti BP Berau Ltd, PT Pertamina (Persero), Genting Oil Kasuri Pte., dan Petrochina International Ltd yang memiliki wilayah operasi di Indonesia Timur.
"Tapi bukan berarti yang minat bangun PLB ya KKKS yang itu, saya tidak tahu saja. Sebetulnya kan Petrochina juga punya kawasan sendiri, tapi kan itu hanya buat dia saja," ujarnya.
Sebagai informasi, peraturan terkait PLB tercantum di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 tahun 2015 sebagai revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Penimbunan Berikat.
Beberapa insentif yang diberikan di dalam kawasan tersebut adalah bebas pungutan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), pembebasan cukai bagi perusahaan yang ingin masuk ke kawasan PLB, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Petambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) bagi barang yang dipindahkan dari kawasan PLB satu ke PLB lainnya.
Bulan lalu, Presiden Joko Widodo telah meresmikan 11 PLB yang tersebar di lima provinsi di Indonesia. Dua dari 11 PLB tersebut digunakan untuk kepentingan migas, yaitu Tanjung Batu dan Balikpapan yang dikelola masing-masing oleh PT Petrosea Tbk dan PT Pelabuhan Penajam.