Waspadai Kredit Macet, OJK Soroti Kualitas Kredit Bank

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Senin, 06 Jun 2016 11:12 WIB
OJK mengawasi risiko kenaikan kredit macet mulai dari kolektibilitas 1 (kredit lancar) hingga kolektibilitas 5 (kredit macet).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai mengawasi risiko kenaikan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) secara bertahap. Pengawasan dilakukan tidak hanya kepada bank dengan kolektibilitas kredit 3 hingga 5, melainkan juga bank dengan kolektibilitas kredit 1 dan 2. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai mengawasi risiko kenaikan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) secara bertahap. Pengawasan dilakukan tidak hanya kepada bank dengan status kolektibilitas 3 (kurang lancar) hingga 5 (macet), melainkan juga bank dengan status kolektibilitas 1 (lancar) dan 2 (dalam perhatian khusus).

Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK memastikan, wasit industri keuangan akan mengawasi risiko kenaikan NPL bank.

"Namun, tidak usah terlalu bertindak panik, seolah-olah ini terjadi dalam jangka panjang," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, akhir pekan lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, proyeksi lembaga pemeringkat kredit Standard and Poor's (S&P) menyebut kekhawatiran akan kinerja perbankan dalam negeri. Kenaikan NPL disumbang oleh peningkatan rasio kredit berstatus dalam oerhatian khusus (special mention) menjadi kredit kurang lancar serta kredit dengan status diragukan hingga macet.

Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Menurut S&P, kekhawatiran tersebut didasari oleh dampak perlambatan ekonomi global yang kemudian berimbas pada daya beli masyarakat dan kemampuan nasabah dalam membayar angsuran kreditnya.

Status kredit special mention adalah kondisi di mana pembayaran tagihan kredit belum dilakukan hingga 90 hari setelah jatuh tempo. Dalam kondisi ini, bank dapat mengenakan biaya administrasi, seperti biaya keterlambatan, mengenakan bunga lebih tinggi, melaksanakan upaya penagihan, membatalkan fasilitas kredit atau menagih sisa cicilan tetap yang belum tertagih dan dibayar secara penuh.

Berdasarkan catatan OJK, pada kuartal I 2016, NPL industri perbankan rata-rata naik menjadi 2,8 persen dari posisi akhir tahun lalu di level 2,7 persen.

Namun demikian, Nelson optimistis, perbankan mampu mengatasi rasio NPL yang berpotensi membengkak ke depan. Optimisme ini berangkat dari upaya bank dalam membentuk unit khusus untuk mengatasi kredit bermasalah. Unit khusus ini bekerja tidak hanya untuk menangani kredit bermasalah, tetapi juga mengendalikan risiko kenaikan NPL.

"Bank sudah punya strategi khusus dalam mengatasi itu. Kalau saya melihatnya pada saat ekonomi ini sedang turun, itu wajar terjadi. Tetapi, tidak menjadi sesuatu yang perlu ditakutkan juga," terang Nelson.

Peningkatan rasio NPL yang menggerogoti kinerja perbankan juga dialami PT Bank Mandiri Tbk. Per 31 Maret 2016, NPL gross bank pelat merah ini tercatat sebesar 2,89 persen atau naik 100 basis poin (bps) dari periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 1,81 persen.

Bank Permata juga membukukan NPL yang tinggi. Rasio NPL gross bank yang terafiliasi dengan PT Astra International Tbk tersebut naik menjadi 3,48 persen per Maret 2016 dibandingkan posisi per Maret 2015 di level 1,62 persen. (bir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER