Jakarta, CNN Indonesia -- Target Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin pada 2019 mendatang Indonesia memiliki tambahan kapasitas listrik sebesar 35 ribu Megawatt (MW) bisa jadi hanya mimpi. Terus molornya proses tender pembangkit yang digelar PT PLN (Persero) diyakini bakal mengganggu pencapaian target tersebut.
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean mencatat, ada dua lagi Pembangkit Listrik Tenaga Mini Gas (PLTMG) bagian dari proyek 35 ribu MW yang bermasalah. Keduanya adalah PLTMG Scattered 180 MW dan PLTMG Pontianak berkapasitas 100 MW.
Menurut Ferdinand, meski pengumuman dan pendaftaran tender sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari, namun hingga batas akhir penyerahan dokumen tender pada 26 Juli kemarin, tidak ada satu pun peserta yang mendaftar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ferdinand menilai, sepinya peserta lelang listrik karena tidak transparannya proses lelang yang dilakukan PLN. Menurut Ferdinand, meski peserta tender memenuhi standar tinggi persyaratan lelang yang diminta PLN, memiliki konsep, teknologi, serta tawaran harga bagus, tidak menjadi jaminan akan menang jika tidak disetujui direksi PLN.
Dia menegaskan, EWI selalu mengamati pelaksanaan tender pembangkit di PLN. Menurutnya PLTU Jawa 5 dan PLTU Jawa 7 bisa menjadi bukti di mana proses tendernya tidak jalan hingga akhirnya dibatalkan sepihak oleh PLN dengan alasan-alasan sesuai kepentingan PLN.
"Dalihnya demi keamanan," kata Ferdinand, Jumat (29/7).
Padahal, dalam peta jalan pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW yang ditargetkan kelar pada 2019, PLTU Jawa 5 merupakan proyek yang diperuntukkan bagi pengembang swasta (
independent power producer/IPP).
Ia juga khawatir nasib IPP Jawa 1 berkapasitas 2 x 800 MW bakal bernasib sama dengan PLTMG Scattered dan Pontianak di mana tidak ada satupun peserta tender yang mengembalikan dokumen lelang.
"Tidak ada keterbukaan dalam tender PLN, akhirnya investor ingin masuk jadi ragu. Kalau belum kesepakatan dengan direksi, investor malas masuk, apalagi jika belum ada deal, investor berpikir buat apa datang ikut tender," tegasnya.
Untuk itu, EWI berharap agar direksi PLN berbenah bahkan jika tidak ada perbaikan harus dirombak.
"Harus ada sistem baru agar proses tender ada keterbukaan. PLN juga harus memaparkan, berapa pembangkit dari proyek 35 ribu MW yang sudah produksi, berapa masih tahap kontruksi, atau tahap tender. Hal ini tidak terpublikasi secara terbuka ke publik," ujarnya.
Pengamat Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanagara Ahmad Redi juga memberi penilaian sama bahwa investor seringkali sungkan ikut masuk di proses tender listrik. Penyebabnya, lantaran seringkali tidak ada kepastian, misal dari bisnisnya, dalam hal ini kepastian harga jual listrik.
"Faktor lain, mereka juga khawatir dengan kinerja PLN sendiri. Belum lagi dalam kaitan dengan pembebasan lahan, PLN termasuk pemerintah tidak pernah membantu. Ada sumbatan besar sehingga investasi di proyek listrik, tersendat," ujarnya.
Keluhan calon investor lainnya, tidak ada insentif yang jelas bagi pengusaha sehingga mereka malas ikut beauty contest. Jika di daerah, juga seringkali berbenturan dengan masalah tata ruang.
Redi mengungkapkan iklim bisnis di Indonesia masih membuat investor enggan masuk karena aturan yang bisa berubah tiba-tiba. Misal aturan pengadaan barang dan jasa bisa tiba-tiba berbenturan dengan pengadaan listrik. Jika semua tidak dibenahi, ia khawatir proyek listrik ini tidak akan selesai tepat waktu.
(gen)