Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) memangkas kembali target pertumbuhan kredit perbankan tahun ini menjadi 7 - 9 persen dari target sebelumnya 10 - 12 persen. Koreksi ini merupakan yang keduakalinya dilakukan bank sentral, setelah di awal tahun meyakini pertumbuhan kredit bisa tembus 12 - 14 persen meski ekonomi masih lesu.
Revisi tersebut kontraproduktif dengan mulai masuknya aliran dana repatriasi sejak program amnesti pajak dimulai pada 1 Juli 2016. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat sampai siang ini duit milik Wajib Pajak (WP) yang kembali ke Indonesia sudah mencapai Rp1,45 triliun.
Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah berharap, derasnya arus duit segar yang masuk ke Indonesia bisa dimanfaatkan pelaku industri sebagai modal usaha lewat kredit bank yang berbiaya murah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gubernur BI Agus D.W. Martowardjojo menuturkan alasan kembali dipangkasnya target pertumbuhan kredit, karena sejak Januari hingga Agustus pertumbuhan kredit tergolong rendah atau hanya berada di bawah 3 persen. Oleh sebab itu bank sentral menilai pertumbuhan penyaluran kredit tahun ini tak akan sebaik tahun lalu yang mencapai 10,1 persen.
Agus mengatakan pemangkasan proyeksi pertumbuhan kredit tersebut sebagai dampak dari pemangkasan pertumbuhan ekonomi nasional dari 5-5,4 persen menjadi 4,9-5,3 persen. Pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut sebagai dampak dari pemangkasan belanja pemerintah sebesar Rp133 triliun tahun ini.
"Oleh karena itu kami dorong dengan kebijakan pelonggaran LTV, kami harap akan ada pertumbuhan kredit yang cukup baik di semester II. Tapi kami lihat bahwa pertumbuhan kredit di akhir tahun di kisaran satu digit jadi 7-9 persen sebelumnya kami perkirakan dua digit," ujar Agus akhir pekan lalu.
Mantan Menteri Keuangan mengaku bank sentral yang dipimpinnya telah melakukan banyak upaya untuk menggairahkan pencairan kredit bank ke masyarakat. Ia menyebut sejak awal tahun hingga Agustus, BI telah menurunkan BI rate hingga 100 bps.
Hal itu juga diikuti oleh penurunan suku bunga dana pihak ketiga (DPK) sebesar 91 bps. Selain itu suku bunga kredit perbankan juga mengalami penurunan rata-rata 47 bps dengan rincian bunga kredit modal kerja turun 68 bps, lalu kredit investasi turun 67 bps, serta kredit konsumsi turun 6 bps.
Likuiditas LonggarDeputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan secara umum kondisi likuiditas bank nasional dalam kondisi yang longgar. Kondisi tersebut sebagai dampak pertumbuhan kredit yang tidak begitu kencang ditambah kebijakan pelonggaran kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) awal tahun lalu.
Dari pelonggaran kebijakan tersebut, Perry mengklaim, telah memberikan likuiditas tambahan sebesar Rp37 triliun bagi bank.
"Lalu ada aliran modal asing masuk khususnya dalam bentuk investasi portfolio yang jumlahnya US$10,5 miliar atau Rp114 triliun - Rp115 triliun. Itu juga sumber tambahan likuiditas di perbankan. Maka akan mendorong penurunan suku bunga lebih lanjut," jelasnya.
Perry mengungkapkan kedepannya likuiditas diprediksi masih akan longgar meski pemerintah berencana melakukan penarikan utang lebih awal (front loading) pada akhir tahun untuk menutupi defisit anggaran tahun ini. Likuiditas yang longgar tersebut juga memberikan potensi penurunan suku bunga yang besar sehingga mampu mendorong permintaan kredit oleh nasabah.
"Ini akan kami pantau ke depan dengan ekonomi yang akan tumbuh lebih baik tentu akan mendorong perbaikan prospek ekonomi," jelasnya.
(gen)