Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mencatat laju pertumbuhan kredit masih melambat dan tidak seperti yang diharapkan. Transmisi pelonggaran kebijakan moneter melalui jalur suku bunga yang dilakukan bank sentral belum optimal mendongkrak pertumbuhan kredit sepanjang tahun ini.
Hingga Juli, pertumbuhan kredit baru mencapai 7,7 persen secara tahunan. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 8,9 persen.
Gubernur BI Agus D.W Martowardojo mengatakan permintaan kredit masih dalam kondisi yang terbatas. Sebelumnya, BI memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan hingga akhir tahun ini hanya mencapai 7-9 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu terutama karena lemahnya pertumbuhan ekonomi dunia yang kemudian berpengaruh kepada kegiatan ekspor-impor Indonesia. Agus menilai akibat aktivitas ekspor-impor yang lesu permintaan kredit dalam nilai mata uang asing (valas) turut berkurang.
"Permintaan kredit dalam rupiah sebenarnya cukup, tapi
outstanding pinjaman dalam valas menurun tajam. Karena valas menurun, akibatnya pertumbuhan kredit gabungan (rupiah dan valas) kelihatan terbatas," ujar Agus dalam konferensi pers, Kamis (22/9).
Jika dirinci lebih jauh, hingga Juli pertumbuhan kredit rupiah mencapai 9 persen, namun di sisi lain permintaan kredit dalam bentuk valas hanya 2 persen. Pertumbuhan tersebut mengalami kontraksi atau turun sebesar 7,76 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Tak hanya kredit, penyusutan juga terjadi pada Dana Pihak Ketiga (DPK) yang disimpan dalam bentuk valas. Pada Juli 2016, BI mencatat pertumbuhan DPK valas turun sebesar 9,3 persen secara tahunan (
year on year/yoy). Sementara DPK dalam bentuk rupiah justru tumbuh mencapai 9,8 persen.
Direktur Utama PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja mengakui penyaluran kredit valas memang mengalami tren penurunan seiring masih lemahnya kegiatan ekspor dan impor.
Tak hanya itu aturan wajib transaksi rupiah di dalam negeri yang diterbitkan oleh BI juga menjadi penyebab lemahnya permintaan kredit valas.
Di OCBC NISP sendiri, porsi penyaluran kredit valas perseroan pada tahun ini turun sekitar 3-4 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"Banyak juga yang memindahkan penyaluran kreditnya dari valas ke rupiah. Jadi memang untuk pembiayaan dalam valas itu cukup besar penurunannya," jelas Parwati.
(gen)