Jakarta, CNN Indonesia -- Serikat Pekerja Nasional Chevron Indonesia (SPNCI) mengaku telah menyurati Direktorat Jenderal Energi Baru dan Terbarukan (EBTKE) perihal keresahan yang melanda 400 pekerja Chevron Geothermal Indonesia (CGI) dan Chevron Geothermal Salak (CGS).
Hal tersebut dilakukan karena manajemen Chevron tidak bersedia menggelar pertemuan bipartit untuk membahas pemenuhan hak-hak karyawan, pasca peralihan kepemilikan Wilayah Kerja Panasbumi (WKP) Gunung Salak dan Darajat kepada investor baru mulai tahun depan.
Seperti diketahui, saat ini Chevron IndoAsia Business Unit (IBU) tengah mencari perusahaan nasional yang berminat membeli WKP Gunung Salak dan Darajat. Proses lelang aset yang diperkirakan bernilai US$3 miliar sendiri telah mencapai tahap kelima. Yaitu penerimaan penawaran mengikat (
binding bid) dari enam perusahaan peminat yaitu PT Pertamina (Persero), PT Medco Energi International Tbk, PT PLN (Persero), Mitsui, Marubeni, dan Star Energy.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Manajemen selalu mengelak permintaan perundingan bipartit, padahal pekerja ini mitra setara dari manajemen yang sama-sama menjalankan perusahaan. Bipartit itu penting bagi kami untuk memberikan kepastian mekanisme proses peralihan ketenagakerjaan yang adil ke perusahaan baru,” kata Indra Kurniawan, Ketua Umum SPNCI, Selasa (25/10).
Menurut Indra, 95 persen dari total 400 pekerja CGI dan CGS yang menjadi anggota SPNCI saat ini dilanda keresahan. Pasalnya dari beberapa kali pertemuan informal dengan manajemen perusahaan, belum diperoleh kepastian mekasnime yang berhubungan dengan ketenagakerjaan pada saat peralihan dilakukan.
Operator Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Darajat itu menuturkan, manajemen Chevron hanya menggunakan metode diskusi dan kajian tanpa membuat kesepakatan pemenuhan hak-hak pekerja.
“Rencana divestasi perusahaan, penggelembungan jumlah tenaga kerja, perlakuan yang berbeda terhadap pekerja serta ditambah dengan ketidakpastian nasib pekerja dengan pemilik baru telah menyebabkan keresahan bagi kami,” kata Indra.
Karena tak kunjung mendapat kesempatan membuat kesepakatan bipartit dengan manajemen, SPNCI memberanikan diri mengirim surat kepada Direktur Jenderal EBTKE Rida Mulyana dan Kementerian Ketenagakerjaan untuk memperhatikan nasib seluruh anggota SPNCI serta pekerja CGI dan CGS.
“Melalui surat itu, pemerintah seharusnya sudah tahu. Apalagi aset WKP Gunung Salak dan Darajat ini memproduksi 647 Megawatt (MW) listrik untuk Indonesia. Sementara pemerintah terus menggalakkan program bauran energi terbarukan. Para pekerja ini hanya ingin bekerja nyaman tanpa kegelisahan dan memastikan operasi panas bumi yang selamat dan handal dalam memenuhi kebutuhan pasokan listrik nasional,” jelasnya.
Tidak hanya itu, menurut Indra pada pukul 07.00 WIB sampai sekitar pukul 10.00 WIB, para pekerja CGI dan CGS baik di kantor maupun yang bertugas di dua WKP melakukan aksi damai dengan mengenakan kaus hitam dan berjalan menuju sumber-sumber panas bumi perusahaan di Kabupaten Sukabumi dan Garut tersebut. Sebelum akhirnya kembali lagi ke tempat kerjanya masing-masing untuk menjalankan tugas seperti biasa.