Risiko Kredit Macet Meningkat, Laba Bank Mandiri Turun 17%

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Selasa, 25 Okt 2016 19:27 WIB
Bank Mandiri meraup laba bersih sebesar Rp12 triliun pada kuartal III 2016 atau turun 17,6 persen, sedangkan tingkat kredit bermasalah naik menjadi 3,81 persen.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo melaporkan pencapaian laba bersih perseroan yang hanya Rp12 triliun pada kuartal III 2016 atau turun 17,6 persen dibandingkan dengan perolehan laba periode yang sama tahun lalu. (REUTERS/Beawiharta)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) meraup laba bersih sebesar Rp12 triliun pada kuartal III 2016, turun 17,6 persen dibandingkan dengan pencapaian periode yang sama tahun lalu Rp14,6 triliun.

Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan, penurunan laba bersih dipengaruhi oleh keputusan perusahaan untuk menambahkan biaya pencadangan sebesar Rp8,5 triliun menjadi Rp15,9 triliun pada September, sebagai bentuk antisipasi risiko keuangan.

"Kenaikan biaya pencadangan itu memang menekan laba bersih kami. Meski turun, penurunan laba besih di kuartal ke III ini lebih baik jika dibandingkan dengan kuartal II lalu yang turun 28,7 persen," ungkap Kartika, Selasa (25/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, sebenarnya laba operasional sebelum biaya pencadangan atau Pre-Provision Operating Profit (PPOP) perseroan mencapai Rp31,9 triliun atau tumbuh 16,4 persen.

Dari sisi penyaluran kredit, kata Kartika, Bank Mandiri mencatat pertumbuhan kredit sebesar 11,5 persen pada periode yang sama, dari Rp560,6 triliun pada tahun lalu menjadi Rp625,1 triliun. Dia mengklaim 85,9 persen dari total kredit yang disalurkan atau senilai Rp481,4 triliun merupakan kredit produktif. Pertumbuhan itu ditopang oleh Kredit Modal Kerja yang bertambah Rp38,1 triliun atau naik 14 persen menjadi Rp309,4 triliun.

Berdasarkan kriteria debitur, ia memaparkan kredit mikro membukukan pertumbuhan paling tinggi, yakni 16,7 persen. Disusul kemudian oleh kredit korporasi yang tumbuh 14,3 persen dan kredit consumer 13,5 persen.

Khusus untuk kredit korporasi, sektor infrastruktur menyerap kredit Bank Mandiri sebesar Rp51,3 triliun atau naik 27 persen secara tahunan. Kredit infrastruktur tersebut digunakan untuk mendanai proyek jalan tol sebesar Rp8,4 triliun, pembangkit tenaga listrik Rp17,6 triliun, proyek bandar udara, pelabuhan, dan kereta api sebesar Rp17,2 triliun, serta proyek-pryek telekomunikasi Rp8,2 triliun.

Namun, ia mengakui penyaluran kredit ekspansif dibarengi dengan tingkat kredit bermasalah yang juga meningkat. Hal itu tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) yang naik, dari 2,81 persen pada kuartal III 2015 menjadi 3,81 persen per September 2016.

Adapun sektor penerima kredit penyumbang NPL terbesar adalah korporasi, ritel, dan usaha mikro.

Untuk menekan NPL, Kartika megatakan Bank BUMN itu akan mengupayakan  restrukturisasi kredit dengan melakukan penagihan dan penjadwalan ulang angsuran. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER