Pengusaha Batu Bara Tak Mau Terjebak Euforia Lonjakan Harga

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Senin, 07 Nov 2016 14:45 WIB
Asosiasi Produsen Batu Bara Indonesia memperkirakan tren kenaikan harga yang terjadi di akhir tahun ini hanya sementara.
Asosiasi Produsen Batu Bara Indonesia memperkirakan tren kenaikan harga yang terjadi di akhir tahun ini hanya sementara. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Produsen Batu Bara Indonesia (APBI) mengatakan perusahaan tambang batu bara yang menjadi anggotanya sepakat untuk tidak menaikkan jumlah produksi tahun ini, demi memanfaatkan lonjakan harga yang saat ini terjadi. Pasalnya, pengusaha ragu jika kenaikan harga batu bara ini akan berlanjut dalam jangka panjang.

Deputi Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia menjelaskan, pada dasarnya kenaikan harga batu bara ini disebabkan oleh kenaikan permintaan dari China, akibat adanya pemangkasan jam kerja yang berdampak pada pengurangan produksi di negara tirai bambu tersebut. Sehingga, mau tak mau konsumen batu bara China harus mengimpornya demi memasok kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Sayangnya, pemerintah China belum memberi kepastian sampai kapan kebijakan pemangkasan jam produktif tenaga kerja di negara tersebut berlaku. Sehingga, perusahaan batu bara dalam negeri tak mau gegabah dalam berekspansi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tingkat harga saat ini masih dikhawatirkan belum sustain. Memang kenaikan ini melihat banyak faktor, utamanya China. Tidak ada jaminan kebijakan mereka mengurangi jam kerja itu bakal dilakukan secara jangka panjang," tutur Hendra kepada CNNIndonesia.com di Jakarta, Senin (7/11).

Di samping itu, pengusaha batu bara belum mau menambah produksi karena diperlukan persiapan yang lama. Untuk memperluas kapasitas produksi, diperlukan tahapan seperti pengeringan kadar air, memesan fasilitas dan peralatan pertambangan, hingga kecukupan finansial.

Hendra menjelaskan, proses persiapan itu setidaknya butuh waktu tiga hingga enam bulan. "Tapi kan tidak ada yang menjamin, jika nanti dalam tiga hingga enam bulan mendatang harga masih di kisaran seperti ini. Siapa tahu lebih rendah lagi," tuturnya.

Meski sentimen China masih tidak tentu, ia meramal harga masih akan bertengger di puncak hingga akhir tahun karena adanya peningkatan permintaan dari Eropa di kuartal IV ini.

Menurut Hendra, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Perancis tengah memasuki masa shut down selama musim dingin, sehingga ada potensi kenaikan permintaan dari benua biru tersebut.

"Jepang juga akan ada permintaan tinggi karena musim dingin. Dan ada beberapa trader di luar yang sudah taruh harga future akhir tahun, di mana mereka sadar kalau demand akan naik sehingga harganya disesuaikan," lanjutnya.

Selain itu, jelas Hendra, tetap ada beberapa anggota APBI yang berniat menambah produksinya tahun depan. Tetapi, karena adanya hal tersebut, ia masih belum bisa meramal jumlah produksi secara keseluruhan pada tahun depan.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri menargetkan produksi batu bara nasional tahun ini sebesar 419 juta ton, atau berkurang dibandingkan tahun lalu sebesar 425 juta ton.

"Begitu pun pada tahun ini, saya pun masih belum dapat data terakhir di kuartal III karena kami kan hanya mencakup 80 persen dari perusahaan batu bara di Indonesia. Susah untuk mendetilkan angka produksi," terangnya.

Harga batu bara Indonesia secara rerata telah mencapai US$84,89 per ton pada bulan November 2016, atau meningkat 22,9 persen dibandingkan bulan Oktober sebesar US$69,07 per ton. Angka itu merupakan harga batu bara tertinggi di tahun 2016, yang selama ini selalu berada di kisaran US$50 per ton. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER