Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati enggan mengomentari perebutan kursi presiden Amerika Serikat. Ia menegaskan pemerintah Indonesia akan menghormati hasil dari pemilihan presiden (pilpres) AS yang rencananya digelar Selasa, 8 November 2016, waktu setempat.
“Kalau dampak (pilpres) kepada dunia internasional, ya kita sebagai negara, apapun yang dilakukan oleh mereka (AS) ya kita hormati saja ya,” tutur Sri Mulyani saat ditemui di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (7/11).
Menurut mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut, apapun hasil dari pertarungan antara Hillary Clinton dan Donald Trump adalah bentuk demokrasi di negeri Paman Sam itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Silakan penduduk Amerika melakukan votingnya,” ujarnya.
Sri Mulyani berhati-hati dalam mengomentari soal perebutan kursi panas Gedung Putih itu. Bahkan, ia enggan mengomentari dampaknya ke perekonomian nasional maupun antisipasi pemerintah jika salah satu kandidat dinyatakan sebagai pemenang. Secara khusus, ia mengaku, tidak menjagokan kandidat manapun.
“Tidak ada [preferensi pemenang] kan kita tidak ikut voting,” imbuh dia.
Dalam wawancara terpisah, Direktur Strategis dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kemenkeu Schneider Siahaan mengungkapkan bahwa hasil pilpres AS menjadi salah satu resiko global yang dicermati oleh pemerintah.
Berdasarkan pengamatan Schneider, pelaku pasar keuangan beranggapan jika Clinton menang, maka pasar tidak akan terlalu bergejolak karena kebijakannya kemungkinan besar tidak berbeda jauh dengan Presiden Barack Obama.
Sementara, apabila Trump menang, pasar akan lebih bergejolak. Apabila pasar terlalu bergejolak, maka investor akan cenderung menahan diri dan bisa berpengaruh terhadap raupan hasil lelang obligasi negara.
“Biasanya kalau di global lagi kacau, market (pasar) kita juga ikut-ikutan, investor menahan diri, sehingga mungkin lelang kita agak terpengaruh,” kata Scheiner saat ditemui akhir pekan lalu.
Namun, pemerintah tidak terlalu khawatir untuk lelang tahun ini, mengingat kebutuhan lelang surat utang negara hingga awal Desember hanya sekitar Rp18 triliun.
Pernyataan Schneider dalam beberapa pekan terakhir terkonfirmasi. Jumat lalu (4/11), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 33,15 poin (0,62 persen) ke level 5.362 setelah bergerak di antara 5.303-5.362. Namun, dana asing yang keluar hampir mencapai Rp1 triliun atau tepatnya Rp966,4 miliar di pasar reguler.
Menurut Kepala Riset First Asia Capital David Sutyanto, keluarnya dana asing tersebut disebabkan momen pemilihan presiden (pilpres) AS, sehingga membuat investor asing memutuskan untuk mengamankan dananya sementara sambil menunggu (wait and see) hasil pilpres AS.
"Ini murni karena pilpres, mereka keluar dulu. Memang biasanya seperti itu untuk menunggu kepastiannya seperti apa," ungkap David, Jumat (4/11).
Analis OCBC Securities Budi Wibowo memprediksi pelaku pasar terus menunggu hasil pilpres AS untuk mengantisipasi kondisi pasar jika nantinya bergejolak. Jika Donald Trump menang, maka otomatis akan menjadi sentimen negatif bagi pasar modal.
“Donald Trump menang, indeks dunia terjun bebas. Donald Trump sangat kontroversial,” jelas Budi.
(bir/gen)