Bagi Hasil Gross Split jadi Jurus Jonan Hapus Cost Recovery

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Selasa, 22 Nov 2016 18:16 WIB
Sistem bagi hasil gross split akan memperkecil porsi pemerintah dari lifting migas, namun pemerintah tidak lagi harus membayarkan cost recovery.
Sistem bagi hasil gross split akan memperkecil porsi pemerintah dari lifting migas, namun pemerintah tidak lagi harus membayarkan cost recovery. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengubah skema kontrak kerjasama migas (Production Sharing Contract/PSC) menjadi sistem bagi hasil gross split. Kebijakan ini rencananya akan diatur di dalam Peraturan Menteri (Permen) dan diharapkan rampung sesegera mungkin.

Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan, langkah ini dipilih agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak terbebani akibat membayar cost recovery kepada Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) setiap tahun. Dengan skema ini, diharapkan pro kontra mengenai cost recovery bisa selesai.

Sebagai informasi, gross split adalah sistem bagi hasil di mana pemerintah tidak usah membayar cost recovery. Namun, sebagai konsekuensinya, jatah bagi hasil pemerintah menjadi lebih kecil di dalam bagi hasil (split) produksi migas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami akan coba berusaha untuk KKKS ke depan adalah gross split, jadi sudah tidak ada ribut lagi terkait cost recovery. Terserah bagaimana cara kerja KKKS, yang penting beres pas hitungan gross split-nya," ujar Jonan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (22/11).

Ia melanjutkan, skema ini nantinya akan berlaku untuk PSC baru. Sementara itu, pemerintah berupaya mencari jalan untuk menyusun peraturan peralihan bagi PSC yang tengah berjalan.

"Tapi memang perlu ada satu standar tertentu bagi PSC yang telah existing. Karena perhitungan antara satu PSC dengan lainnya kan punya judgement berbeda," tutur Jonan.

Lebih Baik

Melengkapi ucapan Jonan, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja menjelaskan, cost recovery bukanlah satu-satunya konsiderasi di dalam penerapan skema bagi hasil gross split. Menurutnya, sistem ini dianggap lebih cepat, lebih efisien, dan lebih sederhana prosesnya.

Di samping itu, skema gross split ini juga mengikuti sistem bagi hasil di dalam pengelolaan migas non konvensional melalui Permen ESDM Nomor 38 tahun 2015. Sehingga, ia yakin skema ini bisa membawa angin segar bagi investasi migas.

"Kami harapkan sih seperti itu. Dulu sistem Indonesia sempat seperti itu kan. Selain itu, banyak negara berhasil menerapkan skema gross split seperti China dan negara-negara Afrika," terang Wiratmaja.

Kendati demikian, ia tak bisa memastikan kapan beleid ini terbit. Ia hanya mengatakan bahwa saat ini masih dilakukan proses finalisasi.

"Permen-nya sedang kami bahas, Insya Allah bisa segera rampung," tuturnya.

Sebagai informasi, pembayaran cost recovery oleh negara kepada KKKS tahun 2015 tercatat US$13,9 miliar, atau lebih tinggi dibanding Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) migas tahun lalu tercatat di angka US$12,86 miliar.

Selain itu, pemerintah menganggarkan cost recovery sebesar US$8,5 miliar pada tahun ini dan masuk di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) 2016. Angka ini kemudian meningkat US$10,4 miliar pada 2017 mendatang. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER