Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan pembangkit listrik swasta (
independent power producer/IPP) meminta pemerintah bisa membantu menyediakan akses perizinan bebas hambatan. Apabila ingin target megaproyek pembangkit 35 ribu Megawatt (MW) selesai pada 2019 mendatang.
Heru Dewanto, Direktur Utama PT Cirebon Energi Prasarana, menyatakan kini swasta telah menjadi tulang punggung pemerintah dalam mewujudkan target proyek ambisius tersebut. Pasalnya, lebih dari 60 persen pendanaan berasal dari sektor swasta.
“Dengan fakta ini, kami berharap pemerintah memberi kemudahan bagi swasta untuk berusaha. Ibaratnya ‘jalan tol’ ke swasta untuk merealisasikan proyek itu,” ujar Heru, saat berbicara pada diskusi Harmonisasi Sinergi Pemerintah dan Swasta untuk Mempercepat Proyek Pembangkit Listrik yang digelar oleh Energy and Mining Editor Society (E2S) di Jakarta, Kamis (8/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heru menegaskan, pergeseran pembiayaan tersebut juga harus diikuti
shifting atau pergeseran paradigma pemerintah maupun PT PLN (Persero), untuk memahami tantangan dan kendala yang dihadapi IPP.
Menurut Heru, harmonisasi antara pemerintah dan swasta diperlukan dalam merealisasikan proyek 35 ribu MW. Pasalnya, regulasi di pusat dan sektor terkadang tidak sinkron, sehingga seringkali membuat sejumlah proyek pembangkit tertunda.
Heru berharap ikut campur pemerintah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi proyek-proyek pembangkit listrik, misalnya persoalan lahan, protes terhadap lingkungan, hingga masalah ketenagakerjaan. Cirebon Energi Prasarana kini tengah mengarap pembangunan PLTU Cirebon 2 dengan kapasitas 1 x 1000 MW. Ia optimistis proyek tersebut bisa berjalan sesuai dengan target.
“Saat ini kami sedang menuju proses akhir untuk
financial closing, dan siap untuk melakukan
groundbreaking pada Januari 2017,” tutur Heru.
Teguh Setiawan, Direktur Utama PT Bekasi Power, anak usaha PT Jababeka Tbk (KIJA) mengatakan PLN seharusnya tidak menjadi
private power utility (PPU). Namun, PLN diharapkan menjadi PPU sebagai pelengkap dari tugas PLN untuk memasok listrik ke masyarakat.
“Investor itu saat masuk yang pertama kali ditanyakan adalah ketersediaan listrik. Listriknya darimana, sumbernya darimana,” kata dia.
Private power utility merupakan perusahaan penyedia listrik yang memiliki wilayah usaha dan kewajiban melistriki wilayah usaha tertentu dan bekerja sama/terinterkoneksi dengan
grid PLN. Menurut Teguh, saat ini Bekasi Power berencana membangun PLTG di Kawasan Industri Kendal. Namun, rencana pembangunan tersebut masih belum bisa terealisasi karena belum ada kesepakatan dengan PLN.
“Semua sudah siap, lahan dan pembiayaan. Kendalanya, PLN maunya kita beli listrik ke mereka,” kata dia.
Anung Dri Prasetya, Direktur Pengembangan Usaha PT Bukit Asam Tbk (PTBA), menegaskan Indonesia kalau mau pertumbuhan bagus, listrik harus tersedia. Untuk merealisasikan ketersediaan listrik, perlu sinergi antara pemerintah dan swasta. Meski sinergi sudah terjalin, namun kurang harmonis.
“Bukit Asam sebagai BUMN, tapi juga bisa IPP. Kami sangat siap, jika pemerintah tentukan, kami siap realisasikan 5 ribu MW,” kata dia.
Aliudin Sitompul, Direktur Program Kelistrikan Direktorat Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan saat ini tenaga listrik punya peranan penting dalam kehidupan sehari-hari dan menopang ekonomi.
“Kalau ada investasi listrik Rp 1 triliun,
multiplier effect-nya bisa sampai Rp 10 triliun,” kata dia.
Tidak Capai TargetSementara Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman memastikan, penambahan kapasitas listrik terpasang di tahun ini diperkirakan tidak mencapai target. Dari cita-cita menambah kapasitas pembangkit 4.212 MW, realisasi penambahan kapasitas listrik mungkin hanya akan mencapai 3.166 MW, atau 75,16 persen dari target.
Jarman mengatakan bahwa realisasi yang di bawah target ini bukan disebabkan oleh masalah konstruksi. Menurutnya, pembangunan tambahan pembangkit ini menyesuaikan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi yang tak tercapai di tahun ini.
Menurutnya, realisasi pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun mungkin hanya di kisaran 5 persen, sementara asumsi yang digunakan di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2016 hingga 2025 tercatat sebesar 7 persen. Akibatnya, hal itu ikut menghambat realisasi pertumbuhan listrik.
"Hal itu nanti juga terlihat di dalam realisasi konsumsi listrik per kapita yang kami harapkan bisa 956 kilowatt hour (KWh), atau turun dari target kami sebelumnya sebesar 985 KWh," ujar Jarman.
Lebih lanjut, ia mengatakan ada 48 pembangkit yang berhasil beroperasi pada tahun ini. Tiga pembangkit yang memiliki kapasitas terbesar antara lain terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Adipala dengan kapasitas 660 MW, PLTU Tanjung Awar-Awar dengan kapasitas 350 MW, dan PLTU Tenayan dengan kapasitas 220 MW.
Adanya tambahan kapasitas baru ini membuat total kapasitas listrik nasional menjadi 58.694 MW, atau meningkat 5,7 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar 55.528 MW. Kendati penambahan kapasitas tak capai target, ia menyebut ini tidak akan mempengaruhi rasio elektrifikasi yang dipatok 90,15 persen.
"Masih sama, karena konsumsi per kapita kan tidak sesuai target," jelasnya.
Melengkapi ucapan Jarman, Direktur Pengadaan PT PLN (Persero) Supangkat Iwan Santoso menjelaskan, perusahaannya akan merugi jika pembangkit baru dipaksakan beroperasi tanpa diiringi pertumbuhan permintaan yang seimbang.
Pasalnya, PLN harus membayar denda atas tidak terserapnya listrik yang disalurkan dari pengembang listrik swasta dalam bentuk denda take or pay.
Lebih lanjut ia menjelaskan, perusahaan harus membayar take or pay sebesar Rp1,8 triliun untuk setiap 1.000 MW listrik yang tidak terserap.
"Kami juga butuh review, karena realisasi pembangkit listrik ini bukan sesuatu yang perlu diburu-buru. Namun, realisasi pembangkit listrik ini harus sesuai dengan kebutuhannya," ujar Iwan.
Sebagai informasi, tambahan kapasitas listrik di tahun 2016 sebesar 3.166 MW ini terdiri dari porsi IPP sebesar 456,7 MW dan PLN sebesar 2.624,5 MW. Capaian tahun ini tercatat lebih tinggi 28,5 persen dibanding tahun 2015 sebesar 2.464 MW.