Moody's Ramal Suku Bunga AS Capai 1,5 Persen pada 2017

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Kamis, 15 Des 2016 10:54 WIB
Moody's memprediksi The Fed mengerek lagi suku bunga acuan pada kecepatan yang sangat bertahap, dengan dua sampai tiga tingkat kenaikan.
Moody's memprediksi The Fed mengerek lagi suku bunga acuan pada kecepatan yang sangat bertahap, dengan dua sampai tiga tingkat kenaikan. (REUTERS/Jonathan Ernst)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga pemeringkat keuangan, Moody's Investors Service menilai keputusan Federal Reserve mengerek suku bunga AS sebesar 25 basis poin mencerminkan penguatan ekonomi negeri Paman Sam yang diprediksi berkembang hingga 2018.

Di sisi lain, meski dampak dari kenaikan suku bunga pada ekonomi AS akan diabaikan, negara pasar berkembang dengan kebutuhan dana eksternal yang besar dan ketidakseimbangan makroekonomi bakal rentan terhadap arus keluar modal.

Moody's memprediksi The Fed mengerek lagi suku bunga acuan pada kecepatan yang sangat bertahap, dengan dua sampai tiga tingkat kenaikan. Hal itu diproyeksi mendorong suku bunga The Fed menjadi sekitar 1,25 persen menjadi 1,5 persen pada akhir 2017.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam waktu dekat, kenaikan suku bunga hanya akan memiliki dampak biasa pada biaya pinjaman pemerintah," kata Sarah Carlson, Senior Vice President Moody's dalam keterangan resmi, Kamis (15/12).

"Namun, karena jatuh tempo US Treasuries yang beredar rata-rata relatif singkat, maka beban bunga AS akan naik relatif cepat, dengan meningkatnya suku bunga The Fed dan jika ekspektasi inflasi meningkat lebih lanjut."

Selain itu, Moody's memperkirakan beban bunga bersih pemerintah naik ke 12,7 persen dari total belanja tahun fiskal 2025, level yang terakhir terlihat pada awal 1990-an, dari 6,6 persen di tahun fiskal 2016, sejalan dengan perkiraan Kongres.

"Dampak dari suku bunga The Fed yang lebih tinggi kemungkinan akan lebih terlihat di beberapa negara emerging market daripada di AS," kata Madhavi Bokil, Wakil Presiden dan Analis Senior Moody's di New York.

Sementara, lanjutnya, ekonomi pasar berkembang dapat memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi AS jika merangsang permintaan ekspor. Namun juga bisa menderita jika suku bunga AS yang tinggi menyebabkan perubahan nilai aset keuangan dan mengetatkan kondisi keuangan global.

"Dampak langsung akan dirasakan di negara dengan ekonomi yang memiliki kebutuhan pembiayaan eksternal relatif tinggi, dari pendapatan devisa," jelas Madhavi.

Misalnya, dalam beberapa kasus, depresiasi mata uang bisa menyebabkan inflasi lebih tinggi, yang bersama dengan ancaman arus keluar modal berkelanjutan. Hal itu bisa memaksa bank sentral lain untuk menaikkan suku bunga. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER