Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Tanri Abeng mengkritik komisaris PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) dan PT PLN (Persero), yang menyebabkan lolosnya dugaan aksi suap Rolls-Royce ke manajamen kedua perusahaan tersebut beberapa tahun lalu.
Tanri menilai, skandal suap tersebut didasari oleh lemahnya pengawasan Dewan Komisaris di kedua perusahaan pelat merah tersebut dalam melakukan sistem pengawasan terhadap jajaran direksi perusahaan.
"Masalah itu sangat terkait dengan sistem pengawasan yang tidak bisa dilakukan hanya setiap tiga bulan dan itu tugasnya Dewan Komisaris," ucap Tanri, Selasa (24/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), sistem pengawasan yang dilakukan Dewan Komisaris bisa efektif membatasi munculnya praktik suap yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
Selain itu, mantan Komisaris Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Persero) juga menyebutkan bahwa sistem pengawasan harus dibentuk oleh Dewan Komisaris serinci mungkin. Misalnya melakukan pengawasan kegiatan investasi dengan nilai minimal tertentu.
"Waktu saya di Telkom, semua investasi di atas Rp100 juta harus dapat persetujuan Dewan Komisaris. Coba tanya itu ke Garuda, apakah ada persetujuan, feeling saya tidak ada. PLN juga saya kira," tegasnya.
Seperti diketahui, pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirysah Satar sebagai tersangka kasus suap dalam pembelian mesin pesawat utnuk maskapai itu dari Rolls-Royce.
Dalam skandal suap itu, Emir diduga menerima suap senilai Rp20 miliar dalam bentuk uang dan barang. KPK juga menetapkan Sutikno Soedarjo, pemilik MRA Group, sebagai tersangka karena diduga menjadi perantara untuk menyuap Emirsyah.
Kemudian pekan ini, KPK juga menelusuri informasi dari lembaga antikorupsi Inggris (
Serious Fraud Office/SFO) soal dugaan suap Rolls-Royce kepada PLN. Suap ini diduga terjadi pada 2011 hingga 2013 terkait
Long Term Service Agreement (LTSA) antara Rolls-Royce dengan perusahaan setrum listrik tersebut.
"Tentu kalau ada info yang relevan dari SFO, tidak menutup kemungkinan bagi kami untuk mempelajarinya. Kami cek dulu benar atau tidak," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, kemarin.
(gen)