Jakarta, CNN Indonesia -- Permintaan pemerintah agar PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) ikut berpartisipasi menjadi investor dalam proyek Light Rapit Transit (LRT) Jakarta Bogor Depok Bekasi (Jabodebek) berpotensi membebani perusahaan.
Analis Senior Binaartha Securities Reza Priyambada menyatakan, kas yang dimiliki Adhi Karya per September 2016 hanya sebesar Rp3,5 triliun. Sementara, total dana proyek LRT Jabodebek Rp23 triliun. Belum lagi, jumlah kas tersebut belum tentu seluruhnya dapat digunakan untuk modal LRT Jabedebek disebabkan adanya keperluan Adhi Karya untuk mendanai proyek lainnya.
"Tapi di sisi lain dia juga butuh untuk proyek lain, ada sejumlah joint venture yang harus dibiayai Adhi Karya. Nah ini sekarang ditambah dengan LRT Jabedebek," ungkap Reza saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Rabu (8/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun demikian, Reza melihat adanya peluang bagi perusahaan pelat merah ini untuk berhutang kepada bank atau menerbitkan surat utang (obligasi).
 Pembangunan LRT. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Reza menjelaskan, rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) Adhi Karya saat ini masih rendah jika dibandinkan perusahaan konstruksi lainnya. Posisi DER Adhi Karya saat ini masih di level 2,6 kali.
Sementara, DER PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) berada di level 3,3 kali, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) 3,5 kali, dan PT PP (Persero) Tbk (PTPP) 3,4 kali.
"Kalau dia mau menerbitkan obligasi, dia masih bisa untuk melakukan laverage perolehan utang sampai bisa mengangkat level DER nya 3 kali," jelas Reza.
Bila melihat laporan keuangan Adhi Karya per September 2016, total utang Adhi Karya sebesar Rp13,26 triliun.
Dari jumlah tersebut, Adhi Karya memiliki utang di bank sebesar Rp3,2 triliun, baik jangka menengah dan jangka panjang. Sehingga, bila ia ingin menaikan level DER hingga 3 kali, maka Adhi Karya masih dapat berutang sampai Rp15 triliun.
"Nah berarti ada tingkatan Rp1,74 triliun. Nah itu mungkin sebagian untuk obligasi atau sebagian untuk utang di bank," imbuh Reza.
Meski ada peluang seperti ini, Reza menegaskan Adhi Karya tak mungkin dapat berdiri sendiri sebagai investor. Adhi Karya dapat mensiasati penanaman modal ini secara bertahap sesuai dengan keuangan yang ada.
Misalnya saja, Adhi Karya dapat menanamkan modalnya 10 persen dari total dana investasi proyek yang diperlukan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu proyek itu dikerjakan dan Adhi Karya mendapatkan tambahan kas dari berbagai proyek lainnya, Adhi Karya dapat menambah modalnya di LRT Jabedebek.
"Tapi tetap perhatikan, jika proyek ini tidak sesuai jadwal ya sudah, maka dana yang perlu dikeluarkan semakin besar," ucapnya.
Asal tahu saja, proyek yang ditargetkan selesai pada 2019 ini baru mencapai 12 persen dari sisi pengerjaannya. Meski begitu, berbagai pihak termasuk Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno masih optimistis LRT Jabedebek dapat selesai tepat waktu.
 Pembangunan LRT. (CNN Indonesia/Djonet Sugiarto) |
Namun, dengan permintaan pemerintah ini, maka dapat dikatakan secara tidak langsung membuat Adhi Karya tertekan. Seperti diketahui, jika dibandingkan dengan perusahaan konstruksi lainnya, pendapatan Adhi Karya terbilang kecil.
Mengacu pada laporan keuangan September 2016, pendapatan Adhi Karya hanya sebesar Rp5,69 triliun, sedangkan laba bersih Adhi Karya sebesar Rp115 miliar atau mengalami penurunan 16 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014.
"Rendahnya kinerja Adhi Karya juga disebabkan sifat perusahaan yang kurang agresif. Kalau Waskita Karya kan agresif bangun tol di mana-mana, Adhi Karya ini tidak agresif jadi tidak heran dia paling kecil," papar Reza.
Sementara itu, Bob Setiadi, analis Mandiri Sekuritas mengatakan ketidakpastian pada proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodebek berlanjut menekan kinerja Adhi Karya.
Hal itu, lanjutnya, tercermin pada laba bersih dalam sembilan bulan 2016 yang hanya berporsi 22 persen terhadap prediksi 2016.