Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait perlakuan penghasilan dari perusahaan terkendali di luar negeri yang dimiliki oleh wajib pajak Indonesia (Controlled Foreign Company/CFC).
Pengaturan itu untuk mengimplementasikan aksi ke-3 dalam kerangka anti Penggerusan Pendapatan dan Pengalihan Profit (Base Erosian and Profting Shifting/BEPS). Sebanyak 97 negara dan yurisdiksi, termasuk Indonesia telah berkomitmen untuk mengadopsi 15 aksi anti BEPS demi kepentingan perpajakan.
"Untuk aksi ke-3 CFC, kami akan selesaikan dalam waktu dekat," tutur Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Poltak Maruli John Liberty Hutagaol di Gedung Mari'e Muhammad DJP, Jumat (17/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aturan CFC pada dasarnya untuk mencegah wajib pajak melakukan penghindaran perpajakan atas penghasilan yang diperoleh dari perusahaan di negara yang tingkat pajaknya lebih rendah dengan cara melakukan penundaan pembagian penghasilan ke wajib pajak.
Saat ini, ketentuan CFC telah diatur dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) serta aturan turunannya, PMK Nomor 256/PMK.03/2008 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor 59/PJ/2010.
Namun, menurut John, aturan tersebut masih memiliki kelemahan. Karenanya diperlukan aturan tambahan untuk memperkuat aturan CFC. Rencananya, PMK anyar tersebut akan terbit pada April 2017 nanti. Sayang, John enggan membocorkan poin-poin perubahan atau tambahan untuk memperkuat aturan CFC yang telah ada.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengungkapkan, ruang untuk mengubah aturan CFC terbatas oleh norma yang tercantum dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh. Sementara, Pasal 18 ayat (2) UU PPh sendiri memiliki beberapa kelemahan.
Pertama, objek pajak penghasilan hanya dividen. Seharusnya, objek pajak mencakup seluruh penghasilan pasif dari penghasilan terkait seperti penjualan harta dan pemberian jasa.
"Kedua, batasan negara tempat CFC berdomisili perlu diperjelas, sehingga nanti semua tax haven sudah masuk kategori yang kena CFC," tutur Yustinus melalui pesan singkat.
Ketiga, besarnya penyertaan modal Wajib Pajak yang terikat aturan CFC sekurang-kurangnya 50 persen dari jumlah saham yang disetor pada perusahaan di luar negeri terlalu tinggi.
"Di beberapa negara, untuk orang pribadi bahkan penyertaan 10 persen ada yang sudah diwajibkan ketentuan CFC," terang dia.