Jakarta, CNN Indonesia -- Kinerja keuangan seluruh emiten semen remuk sepanjang tahun lalu. Empat perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan dari sisi laba bersih.
PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) dan PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) merupakan dua emiten yang mencatat kenaikan pendapatan. Namun, keduanya hanya mampu mengerek tipis pendapatan dari penjualan yang dibukukannya tahun lalu.
Pendapatan Semen Baturaja naik 4,1 persen menjadi Rp1,52 triliun dari posisi 2015 sebesar Rp1,46 triliun. Sementara, pendapatan Holcim Indonesia merangkak 2,38 persen dari Rp9,23 triliun menjadi Rp9,45 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayang, meski penjualan meningkat tetapi laba bersih perusahaan tetap berkubang di area negatif. Penurunan laba bersih Semen baturaja terbilang cukup tajam jika dibandingkan dengan penurunan emiten semen lainnya.
Perusahaan meraup laba bersih sebesar Rp259,08 miliar, turun hingga 26,85 persen dari sebelumnya Rp354,18 miliar. Namun, jika dibandingkan dengan Holcim Indonesia, kondisi itu masih terbilang cukup baik. Sepanjang tahun lalu, Holcim tercatat mengalami rugi Rp284,58 miliar, dari sebelumnya yang tercatat laba bersih sebesar Rp175,12 miliar.
 Ilustrasi kinerja keuangan emiten semen pada 2016. (CNN Indonesia/Laudy Gracivia) |
Selanjutnya, PT Indocement Tunggal Prakarta Tbk (INTP) mencatat laba bersih sebesar Rp3,87 triliun, turun 11,03 persen dari Rp4,35 triliun. Turunnya laba bersih tersebut dikarenakan pendapatan perusahaan yang juga turun 13,65 persen menjadi Rp15,36 triliun dari Rp17,79 triliun.
Sementara, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) masih dapat bernafas lega karena dapat mempertahankan laba bersihnya di posisi Rp4,52 triliun, ditengah turunnya pendapatan perusahaan sebesar 3 persen menjadi Rp26,13 triliun dari sebelumnya Rp26,94 triliun.
Analis Danareksa Lucky Bayu Purnomo menyatakan, pencapaian dari kinerja Semen Indonesia sendiri membuktikan perusahaan tersebut dapat bertahan dan tangguh ditengah menurunnya pendapatan emiten semen sepanjang tahun lalu.
"Semen Indonesia memang stagnan, tapi itu membuktikan perusahaan cukup bertahan di industri ini," ucap Lucky kepada CNNIndonesia.com.
Pelaku pasar pun masih merespons positif kinerja dari emiten Semen Indonesia meski kinerja keuangan tidak tumbuh. Hal ini terlihat dari harga saham yang masih berada pada level sekitar Rp9 ribu. Jika harga saham turun dan berada di level Rp8.850, maka baru bisa dikatakan kinerja emiten ini mengecewakan pelaku pasar.
"Kan Rp8.850 itu harga saham terendahnya Semen Indonesia. Kalau harga sahamnya mendekati level tersebut lagi berarti mendekati masa lalu yang buruk, tapi kan kenyataannya masih diatas Rp8.850," papar Lucky.
Di sisi lain, analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra menyatakan, secara industri penjualan semen memang masih belum dapat dikatakan membaik karena berlebihan pasokan (over supply) masih mendera sepanjang tahun lalu.
Terlebih lagi, kondisi over supply ini terjadi ditengah melambatnya pembangunan properti dan pembangunan infrastruktur yang stagnan tahun 2016.
"Tidak terlepas dari over supply, jadi dengan kapasitas produksi yang tinggi membuat emiten mau tidak mau menjual semennya dengan harga murah," terang Aditya.
Tak hanya itu, naiknya harga komoditas batu bara tahun lalu juga membuat beban perusahaan meningkat. Pasalnya, perusahaan semen perlu merogoh kocek yang lebih dalam untuk menutup biaya produksinya di pabrik yang dimiliki.
"Tahun lalu bahkan batu bara naik sampai US$100 per metrik ton, itu membebani perusahaan karena digunakan perusahaan semen di pabriknya," jelas Aditya. Menurut Aditya, jika pembangunan properti tahun ini bisa lebih digenjot maka akan berdampak positif bagi emiten semen. Meski memang, kontribusi penjualan semen untuk sektor properti hanya 30 persen. Angka itu jauh lebih kecil dari porsi penjualan semen untuk pembangunan infrastruktur yang mencapai 70 persen.
Namun, jika pembangunan properti bisa tumbuh tahun ini maka secara tidak langsung akan mengimbangi penjualan semen untuk proyek infrastruktur yang bergerak stagnan atau tidak berbeda jumlahnya dari tahun lalu.
"Khususnya di Pulau Jawa. Ya memang infrastruktur itu berjalan terus, tetapi sebenarnya kalau dilihat tidak terlalu signifikan," tambahnya.
Lebih lanjut ia menyatakan, jika pendapatan empat emiten semen ini bisa tumbuh sekitar 4 persen - 5 persen pada kuartal pertama tahun ini, maka akan mendorong dari kinerja emiten sepanjang tahun ini dan kemungkinan kinerja emiten semen dapat berbalik arah menjadi positif.
"Tidak perlu banyak-banyak, kalau bisa tumbuh segitu maka akan menjadi stimulus kinerja yang baik dan menjadi sentimen positif hingga akhir tahun ini," tandas Aditya.
Namun, harga batu bara masih akan menjadi tantangan bagi perusahaan semen menjaga biaya beban agar laba bersih tidak tergerus. Pasalnya, harga batu bara masih menunjukan tren kenaikan hingga saat ini.
"Harga batu bara masih tinggi, itu berdampak ke beban biaya perusahaan," pungkas Aditya.