Jakarta, CNN Indonesia -- Kenaikan harga bahan pangan biasanya selalu menjadi momok bahkan ketika baru memasuki bulan Ramadan. Namun, kondisi harga pangan di awal Ramadan tahun ini justru terpantau cukup stabil. Sayangnya kestabilan harga bukan hanya didorong oleh pasokan pangan yang berlimpah, tapi juga animo belanja masyarakat yang terpantau turun. Pada pedagang sejumlah pasar besar mengeluhkan sepinya pembeli di awal Ramadan tahun ini, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Padahal, data inflasi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan komponen kenaikan harga bahan pangan selalu mendominasi perhitungan inflasi setiap tahunnya. Penyebabnya, karena permintaan yang tinggi dan pasokan yang tak mencukupi. Di tahun 2016 saja, BPS mencatat bahwa bahan makanan berkontribusi 0,34 persen terhadap inflasi bulanan Juni sebesar 0,66 persen gara-gara bulan Ramadan. Begitu pun tahun sebelumnya, inflasi bahan makanan juga menyumbang 0,4 persen terhadap inflasi bulanan sebesar 0,93 persen.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo bahkan sebelum Ramadan sudah mewanti-wanti agar masyarakat mengerem konsumsinya jelang hari raya Idul Fitri. "Ini distribusinya terjaga, tapi yang diharapkan untuk dikendalikan adalah permintaannya yang jangan terlalu tinggi," ujar Agus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, tanpa perlu diingatkan, masyarakat sudah terlebih dahulu mengerem konsumsinya sejak awal bulan Ramadan.
Mularsi, Pedagang sayur di PD Pasar Jaya Gondangia mengaku, permintaan bahan pangan selama bulan Ramadan ini sama saja seperti hari-hari biasanya. Padahal menurutnya, permintaan akan bahan pangan biasanya sudah melonjak meski baru menjelang awal Ramadan.
Ia menduga, mungkin ini disebabkan oleh Tunjangan Hari Raya (THR) yang belum cair sehingga belum banyak masyarakat yang berbondong-bondong ke pasar untuk membeli bahan pangan persiapan hari raya Idul Fitri.
"Hari-hari ini biasa saja, tidak seperti Ramadan sebelumnya. Tapi, sekarang banyak orang malah beli sayuran seperti kubis dan kentang. Justru permintaan yang saya rasa akan meningkat tinggi seperti cabai malah terkesan biasa saja," ujar Mularsi ketika berbincang dengan CNNIndonesia.com, awal pekan ini.
Akibat permintaan yang berkurang, ia mengaku tak heran banyak harga bahan pangan yang malah turun. Ia mencontohkan harga cabai merah turun menjadi Rp18 ribu per kilogram (kg) dari angka sebelumnya Rp30 ribu per kg. Selain itu, harga bawang putih juga terbilang menurun dari Rp47 ribu per kg ke angka Rp37 ribu per kg, sedangkan harga bawang merah turun menjadi Rp36 ribu dari biasanya Rp32ribu per kg.
"Biasanya kalau tidak banyak dicari, harganya malah turun. Kalau dicari ya harganya makin naik. Seperti kentang saja sekarang lagi banyak dicari, makanya harganya jadi Rp16 ribu per kg dari awalnya Rp14 ribu," paparnya.
Setali tiga uang, pedagang ayam potong di Pasar Jaya Gondangdia, Darinah mengalami hal serupa. Jika dalam sehari ia bisa menjual lebih dari 30 ekor lebih ayam potong, kini ia hanya bisa menjual 15 ekor saja dalam sehari. Sepinya permintaan juga membuat Darinah tak ingin adanya kenaikan harga. Ia takut, lapaknya akan sepi jika hal itu sampai terjadi. Meski demikian, saat ini ia tetap menjual ayam potong dengan harga Rp30 ribu per kg.
"Kalau tahun-tahun kemarin bisa saja harga naik jelang idul fitri, tapi saya tidak tahu nanti harga akan bagaimana. Kalau harga naik, saya takut langganan saya malah lari," papar Darinah.
Bisri, seorang pedagang di PD Pasar Jaya Ampiun Cikini Jakarta Pusat juga mengalami hal serupa. Ia menerangkan, biasanya tren harga bahan pokok sudah mulai meningkat di pekan kedua bulan Ramadan. Namun, sampai saat ini, ia belum merasakan dampaknya. Akibatnya, barang-barang yang ia jual pun tak tampak mengalami kenaikan.
Saat ini, ia masih menjual minyak goreng di kisaran Rp14 ribu per liter dan gula pasir curah di angka Rp14 ribu per kg. "Biasanya waktu seperti ini sudah meningkat, tapi saya belum rasakan," jelas Bisri
Selain dikedua pasar tersebut, harga pangan juga terpantau stabil pada dua pasar besar lainnya di Jakarta, yakni PD Pasar Jaya Kramat Jati dan Pasar Tradisional pasar Minggu.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com awal pekan ini pada PD Pasar Jaya Kramat Jati, harga cabai merah keriting sedang dan besar yang ada di kisaran Rp20 ribu hingga Rp30 ribu per kilogram (kg). Adapun cabai rawit merah di kisaran Rp30 ribu hingga Rp35 ribu per kg, dan bawang merah di kisaran Rp25 ribu hingga Rp35 ribu per kilogram. Padahal, beberapa waktu lalu, harga-harga komoditas tersebut sempat meroket hingga dua kali lipat.
Penetapan harga acuan penjualan juga membantu pemerintah dalam mengendalikan harga. Jammy Napitulu yang berdagang di Pasar Jaya Kramat Jati menjual gula pasir dan telur ayam ras sesuai dengan harga acuan pemerintah yaitu masing-masing di kisaran Rp12.500 per kg dan Rp22 ribu per kg.
"Seminggu sebelum bulan puasa harga telur sempat Rp24 ribu per kg, sekarang sudah turun," ujar Jammy.
Sementara itu, harga daging sapi di pasar tersebut terpantau pada kisaran Rp80 ribu hingga Rp100 ribu per kg untuk daging beku dan Rp120 ribu per kg untuk daging sapi segar lokal.
Salah seorang pedagang daging sapi di Pasar Kramat Jati Kholili mengungkapkan, jika dibandingkan ramadan tahun lalu, harga daging sapi tahun ini relatif stabil. Pasalnya, pasokan daging sapi terbantu oleh kebijakan impor daging pemerintah.
"Senang pemerintah impor (daging sapi), karena harga bisa turun. Kalau tidak ada impor, mahal lagi nanti harganya," ujar pria yang telah berjualan daging sapi selama lebih dari tiga puluh tahun ini.
Turunnya animo belanja masyarakat juga tercermin di Pasar Tradisonal Pasar Minggu yang tampak lengang. Salah seorang pedagang Miftahul Zainudin mengeluhkan sepinya konsumen pada awal ramadan tahun ini.
"(Ramadan) tahun ini sepi. Tahun lalu, seminggu awal ramadan saja sudah ramai banget," tutur pria yang sudah berdagang di Pasar Minggu sejak 2010 ini.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tjahya Widayanti mengkonfirmasi bahwa secara umum pasokan bahan makanan masih terjaga untuk menyambut lebaran. Hal itu berdampak pada tingkat harga yang relatif stabil, misalnya pada daging sapi. Bahkan, harga beberapa bahan pokok ada yang turun seperti pada cabai merah.
Kestabilan harga juga tak lepas dari ditetapkannya harga acuan penjualan untuk bahan pokok. Dalam peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27/M-Dag/PER/5/2017, pemerintah menetapkan harga acuan penjualan untuk sembilan bahan pokok di konsumen yang berlaku empat bulan sejak aturan diteken pada 5 Mei 2017 lalu.
Dalam aturan tersebut, harga acuan penjualan gula ditetapkan Rp12.500 per kg, minyak goreng curah Rp10.500 per liter, minyak goreng kemasan Rp11 ribu per liter, daging ayam ras Rp32 ribu per kg, dan telur ayam ras Rp22 ribu per kg.
Sementara, harga acuan penjualan daging sapi beku ditetapkan Rp80 ribu per kg, daging sapi segar tetelan Rp50 ribu per kg, daging sapi segar sandung lamur Rp80 ribu per kg, daging sapi segar paha depan Rp98 ribu per kg, daging sapi segar paha belakang Rp105 ribu per kg.
"Paling tidak golongan bawah pada saat lebaran nanti bisa menikmati daging beku seharga Rp80 ribu per kg tidak harus yang Rp120 ribu kg. Intinya ada pilihan bagi konsumen untuk konsumen sesuai dengan kemampuannya," ujarnya.
Kendati sudah mulai terjadi penurunan pada harga bawang putih, harga komiditas tersebut di Pasar Jaya Kramat Jati dan Pasar Tradisional Pasar Minggu masih terbilang tinggi, terutama untuk bawang putih cutting yang biasa digunakan masyarakat.
Di PD Pasar Jaya Kramat Jati, harga bawang putih cutting masih berkisar Rp50 ribu hingga Rp60 ribu per kg. Sedangkan pada Pasar Tradisional Pasar Minggu, harganya berkisar antara Rp55 ribu hingga Rp65 ribu per kg,
"Beberapa bulan lalu, sebelum ramadan, harga bawang putih cutting bisa Rp32 ribu hingga Rp36 ribu," tutur Eri salah satu pedagang bawang putih di PD Pasar Kramat Jati.
Muhaimin,salah satu pemasok di Pasar Minggu, mengaku tak bisa menurunkan harga jual bawang putih cutting karena kurangnya pasokan. "Kalau bawang putih 'banci' banyak, jadi sekilonya lebih murah yaitu Rp35 ribu, Rp36 ribu per kg," jelasnya.
Irana, seorang ibu rumah tangga tetap memilih membeli bawang putih cutting meskipun harganya masih tinggi. Namun demikan, Irana berharap pemerintah segera menurunkan harga bawang putih.
"Harga bawang putih turunin dong. Di TV katanya mau diturunin sampai Rp25 ribu hingga Rp30 ribu per kg. Sampai sekarang belum turun-turun," keluhnya.
Pemerintah telah menaruh perhatian pada tingginya harga bawang putih cutting. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tjahya Widayanti mengungkapkan, harga bawang putih bonggol sebenarnya sudah turun. Namun, preferensi masyarakat yang lebih menyukai bawang putih cutting yang tak sebanding dengan pasokan membuat harga bawang putih cutting masih tinggi.
"Memang pedagang kadang nakal juga, bawang putih banci dijual murah, harga bawang cutting tetap (tinggi). Jadi kalau kita jual, jangan diambil yang tingginya," tutur Tjahja.
Karenanya, Tjahya mengimbau pedagang untuk menurunkan harga bawang putih cutting. Apalagi, Tjahya mengatakan dalam waktu dekat akan ada tambahan pasokan bawang putih cutting. Hal itu sesuai dengan pernyataan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito beberapa waktu lalu yang menyatakan 25 ribu ton bawang putih impor akan masuk ke Indonesia hingga akhir ramadan.
"Kalaupun pasokan bawang putih cutting belum tersedia penuh ya saya minta jangan jual tinggi-tinggi, ambil untung secukupnya," pungkasnya.