Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut ExxonMobil kemungkinan mundur dari konsorsium East Natuna. Hal itu mengemuka setelah pemerintah mendapatkan surat dari perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, di dalam surat itu, ExxonMobil mengaku blok East Natuna tidak ekonomis jika syarat dan ketentuan pengelolaan WK sesuai kondisi saat ini.
Adapun menurut kajian sebelumnya, harga gas dari East Natuna bisa mencapai US$10 hingga US$15 per MMBTU. Meski demikian, ExxonMobil mengatakan siap membantu Indonesia untuk pengembangan WK tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berdasarkan kajian yang dulu, dia bilang East Natuna tidak ekonomis dikembangkan. Namun di suratnya mereka jelas-jelas bilang, bahwa mereka memiliki teknologi dan kemampuan teknis yang siap diperlukan Indonesia," ujar Wiratmaja ditemui di Kementerian ESDM, Selasa (18/7).
Atas dasar itu, ada kemungkinan ExxonMobil mundur dari konsorsium yang berisi PT Pertamina (Persero) dan PTT Exploration and Production (EP).
Meski begitu, konsorsium ini hanya dibentuk untuk melakukan studi kelayakan saja. Sehingga, ExxonMobil bisa saja tertarik untuk bergabung mengelola WK ini bersama Pertamina nantinya.
"Ini konsorsium yang ada kan lakukan Feasibility Study dulu, belum pengelolaan WK. Nanti mereka gabung tergantung hasil kajian, kalau bagus kan pasti minat," imbuhnya.
Rencananya, pemerintah akan memanggil ExxonMobil untuk mengelaborasi isi surat tersebut pada pekan depan. Pasalnya, perusahaan itu belum merinci masalah keekonomiannya di surat itu dan masa depan konsorsium Pertamina.
Namun, sampai sejauh ini, Wiratmaja mengatakan banyak sekali perusahaan minyak yang mau bergabung dengan Pertamina di blok East Natuna.
"Kami akan bahas dulu, nanti dirapatkan lagi dengan membawa Pertamina dan PTT. Dan siapa tahu nanti di pertemuan itu Pertamina juga menyerahkan kajian pemasaran dan teknis (Technical and Marketing Review/TMR) East Natuna," pungkas Wiratmaja.
Sebagai informasi, blok East Natuna pada awalnya akan digarap oleh konsorsium PT Pertamina (Persero), ExxonMobil, dan PTT Exploration and Production (PTTEP). Namun, pengembangan blok East Natuna dikatakan agak sulit dan terbilang mahal mengingat kandungan karbon dioksidanya mencapai 72 persen.
Rencananya, kontrak bagi hasil produksi (
Production Sharing Contract/PSC) dilaksanakan akhir tahun lalu. Namun, karena masih menunggu TMR, maka pelaksanaan PSC diundur. TMR East Natuna bakal rampung di tahun ini.
Blok East Natuna sendiri memiliki volume gas di tempat (
Initial Gas in Place/IGIP) sebesar 222 triliun kaki kubik (tcf) dan cadangan terbukti sebesar 46 tcf. Selain itu, blok di Laut Cina Selatan ini juga memiliki cadangan minyak sebesar 36 juta barel.
(gir)