Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah kalangan
industri mengusulkan agar pemerintah bisa memfasilitasi pemberian kredit murah dari bank kepada perusahaan untuk membayar atau mencicil pembayaran Tunjangan Hari Raya (
THR) kepada pekerja. Kredit murah diperlukan agar arus kas (
cash flow) industri yang tertekan
virus corona tetap lancar.
Keberadaan usul tersebut disampaikan ke Menteri Perindustrian Agus Gumiwang. Selanjutnya, Kementerian Perindustrian meneruskan usulan tersebut ke Komisi VI DPR dalam rapat dengar pendapat secara virtual pada Senin (6/4).
"Industri mengusulkan
soft loan untuk membantu
cash flow perusahaan yang bermasalah dengan bukti keuangan yang aktual. Pinjaman dana talangan untuk (pembayaran) THR ini dengan skema tertentu," ungkap Agus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Agus, industri berharap pinjaman kredit ini berbunga rendah dan memiliki jangka waktu yang cukup panjang. Dengan begitu, tidak terlalu membebani industri, namun mereka tetap bisa menunaikan kewajiban pembayaran THR kepada pekerja.
"Jadi walaupun mereka harus berutang kepada bank, tentu ini bisa kami lakukan verifikasi terhadap industri atau perusahaan-perusahaan yang
cash flow-nya benar-benar negatif," ujarnya.
Lebih lanjut, Agus menyampaikan industri juga sempat mengutarakan skema-skema yang mungkin dilakukan dalam pembayaran THR kepada pekerja, misalnya apakah dibayar penuh secara langsung atau bertahap alias mencicil. Namun, usulan ini masih dikaji dengan pekerja di masing-masing industri.
"Tentunya pesannya masih ada niat baik, artinya jiwa patriotis dari industri, ada niat baik dari mereka untuk tetap membayar THR kepada karyawan," tuturnya.
Selain usul pinjaman kredit bank untuk pembayaran THR, industri juga mengusulkan beberapa kebijakan kepadanya terkait penanganan dampak tekanan ekonomi akibat pandemi corona. Salah satu usul, penundaan bayar iuran kepesertaan BP Jamsostek.
"Iuran BPJS Ketenagakerjaan akan tetap dibayarkan oleh perusahaan setelah enam bulan kemudian," ucapnya.
Usul lain meminta penundaan bayar tagihan listrik ke PT PLN (Persero) selama enam bulan dari April sampai September 2020. Industri mengusulkan agar bisa memberikan jaminan cicilan berupa giro mundur selama 12 bulan.
"Industri juga mengusulkan pemberian diskon tarif waktu beban idle yaitu pukul 22.00-06.00 sebesar 50 persen. Ada usul juga keringanan pembayaran atau subsidi listrik bagi industri terdampak seperti industri tekstil," katanya.
Lalu, industri turut mengusulkan agar pembelian gas dari PT PGN (Persero) menggunakan standar nilai tukar rupiah yang tetap, yaitu Rp14 ribu per dolar AS. Pasalnya, gas merupakan bahan baku industri, namun harganya menyesuaikan kurs rupiah yang terus bergejolak saat ini.
Selanjutnya, industri juga meminta implementasi relaksasi penundaan bayar cicilan kredit bank sesuai kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini berlaku baik untuk pembayaran pokok dan bunga kredit maupun keringanan penurunan bunga.
Tak ketinggalan, industri juga meminta kebijakan penundaan bayar pungutan pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. "Hal ini mengingat arus kas perusahaan yang sedang sulit," imbuhnya.
Keringanan di Produksi Selain mengusulkan sejumlah keringanan pengeluaran yang mempengaruhi
cash flow, industri juga meminta beberapa relaksasi yang berhubungan langsung dengan roda produksi. Misalnya, meminta peninjauan kembali terhadap harga kontrak/tender untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan yang mengikuti harga kontrak 2017.
"Padahal saat terjadinya Covid-19, harga bahan baku naik rata-rata sebesar 200 persen, sehingga pabrik farmasi kesulitan dalam menyesuaikan biaya produksi," terangnya.
Kemudian, industri juga meminta pemerintah agar bisa ikut memfasilitasi kerja sama bahan baku dengan negara produsen, seperti China dan India. Hal ini dibutuhkan agar industri mendapat jaminan aliran bahan baku dari kedua negara.
Pasalnya, produksi bahan baku dari China sempat tersendat selama penyebaran virus corona, meski kini sudah mulai kembali berproduksi. Namun, India yang juga menjadi sumber bahan baku bagi Indonesia justru terancam menurun produksinya akibat kebijakan penutupan akses wilayah (
lockdown).
"Sehingga perlu campur tangan pemerintah untuk kepastian bahan baku terutama asal China dan India," jelasnya.
Lalu, memberikan insentif kemudahan lokal tujuan ekspor kemudahan lokal tujuan lokal (KITE) untuk bahan baku dari dalam negeri dengan memanfaatkan ketentuan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Selanjutnya, industri mengusulkan pencabutan peraturan
fly ash dan
bottom ash dari limbah B3 dan merevisi pengetatan baku mutu limbah cair dengan benchmark perbandingan negara lain.
"Industri juga meminta jaminan tetap berproduksi dan jaminan distribusi bagi industri untuk menjaga supply ke masyarakat. Lalu program restrukturisasi IKM," paparnya.
Insentif untuk Pekerja
Agus mengatakan industri turut mengusulkan beberapa insentif untuk pekerja. Misalnya, pekerja yang gajinya di bawah Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) bisa memperoleh subsidi pemerintah, misalnya ditanggung pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.
Saat ini, gratis PPh 21 baru diberikan kepada pekerja di industri manufaktur, namun belum menyeluruh ke sektor industri lain. Lalu, pekerja yang terpaksa menjadi korban PHK agar mendapatkan prioritas menjadi peserta Kartu Prakerja, sehingga bisa mendapat insentif dari pemerintah.
Sementara pekerja sektor informal agar bisa memperoleh pembebasan bunga pinjaman dan angsuran pinjaman dalam jangka waktu tertentu. "Contohnya, ojek online atau ojol yang saat ini punya kredit dibebaskan angsurannya selama satu tahun," ungkapnya.
Kemudian, industri juga meminta pemerintah mempercepat pemberian bantuan langsung tunai (BLT) untuk karyawan yang dirumahkan dan penguatan sektor pangan masyarakat.
(uli/agt)
[Gambas:Video CNN]