Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai nasabah akan semakin malas datang ke kantor bank usai pandemi virus corona atau covid-19. Sebab, tren transaksi sudah bergeser ke digital melalui berbagai aplikasi keuangan yang marak dikembangkan oleh perbankan saat ini.
Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan saat ini nasabah enggan datang ke kantor cabang bank maupun bertransaksi di mesin ATM karena kekhawatiran akan penularan virus corona.
Dampaknya, transaksi digital bank meningkat di tengah pandemi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini juga tercermin dari survei keinginan nasabah oleh OJK, di mana 35 persen diantaranya ingin agar pengajuan kredit bisa dilakukan secara online. Sementara 42 persen diantaranya ingin pembukaan rekening bisa dilakukan secara digital.
"Nanti setelah pandemi apa mereka (nasabah) mau kembali ke transaksi offline lagi? Saya rasa nasabah para milenial dan senior milenial tidak mau lagi, capek, mending di rumah saja, transaksi pakai handphone, jadi perlu layanan digital banking," ungkap Heru dalam forum diskusi virtual CNBC Indonesia, Kamis (23/7).
Untuk itu, sambungnya, bank perlu meningkatkan sistem, fitur, dan layanan keuangan secara digital. Selain itu, perlu juga memastikan bahwa transaksi itu mudah, cepat, dan aman.
Senada, Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk atau BCA Jahja Setiaatmadja menilai digitalisasi bank memang perlu dilakukan dan diberikan ke nasabah. Pasalnya, digitaliasi bank bisa memberi keuntungan bagi bank berupa peningkatan pendapatan biaya (fee based income).
"Fintech yang kerja sama dengan bank, e-commerce, itu membuat ada fee based income untuk kami yang dulu mungkin tidak terpikirkan," kata Jahja.
Hanya saja, hal ini tak semudah membalikkan telapak tangan bagi bank. Bahkan, bank mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memberikan layanan digital kepada nasabah dibandingkan para perusahaan keuangan berbasis teknologi (financial technology/fintech).
Sebab, bank perlu memilkirkan persoalan investasi dan mitigasi risiko bank yang lebih besar daripada fintech.
"Fintech mungkin bisa lebih cepat, outputnya sederhana, risikonya lebih minim. Kalau fintech lakukan kesalahan, mungkin tidak banyak yang tahu dan tidak dimasalahkan secara besar," kata Jahja.
Masalah lain, bank juga harus tetap bisa mengimbangi kebutuhan nasabah yang kurang melek teknologi. Menurutnya, budaya digital pada nasabah fintech memang sudah terbangun dengan sendirinya karena hadir di masa modern.
Hal ini berbeda dengan nasabah bank yang sudah berpuluh-puluh tahun loyal kepada bank. Mereka tetap perlu dilayani secara konvensional.
"Mungkin bagi pelanggan e-commerce, itu sudah terbiasa dibantu dengan chat robot, tapi banyak nasabah yang masih butuh penjelasan 24 jam di call center, itu suatu hal yang harus kami support juga," jelasnya.
Terakhir, bank juga perlu menginvestasikan dana besar untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia yang telah dimiliki. Hal ini berbeda dengan pegawai fintech yang sudah lebih terbiasa dengan teknologi.
Sementara Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI Sunarso menilai kebutuhan layanan digital bank mau tidak mau harus membuat perusahaan terus berinovasi. Salah satunya menghadirkan digital bank yang sekarang sedang tren di industri.
Atas kebutuhan ini, Sunarso mengatakan BRI tengah mengkaji rencana pembentukan digital bank seperti yang telah lebih dulu dilakukan rivalnya, BCA, yang menyulap Bank Royal menjadi digital bank milik perusahaan.
Namun, menurutnya, BRI kemungkinan lebih memilih untuk menyulap anak usaha yang sudah ada ketimbang mengakuisisi bank lain.
"Apakah nanti dibutuhkan untuk khusus menjadi bank digital, ya kita tinggal konversi saja yg ada. Kalau BRI Syariah mungkin tidak mungkin, kalau BRI Agro sangat mungkin," tutur Sunarso.
Selain konversi, Sunarso mengatakan BRI sejatinya juga bisa memaksimalkan pencapaian digital bank melalui anak usaha BRI Venture Capital.
"Kami juga punya BRI Venture Capital, ini saya pikir merupakan subsidiary yang sudah efektif untuk kolaborasi untuk investasi di fintech," pungkasnya.