Peneliti Senior Indef Aviliani mewanti-wanti ancaman peningkatan kredit macet akibat berlimpahnya bantuan kredit dan penjaminan kredit pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Pasalnya, ketika permintaan belum tumbuh perbankan yang mendapat penempatan dana pemerintah jadi memaksakan kredit harus tersalurkan tanpa melihat kemampuan debitur dalam pengembalian utang.
"Ini bisa jadi NPL (kredit macet) ketika relaksasi sudah selesai. Karena itu, menurut saya harus hati-hati, kredit saat ini jangan dipaksakan berasal dari masyarakat atau swasta karena permintaan belum tumbuh dan cashflow (arus kas) mereka belum lancar," ujarnya dalam diskusi virtual yang digelar Marketeers, Selasa (29/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Aviliani, jika ingin kredit tetap tumbuh dan dana PEN tak sia-sia, sebaiknya pemerintah memfokuskan kredit murah tersebut untuk proyek strategis nasional yang menyerap banyak tenaga kerja. "Ini lebih aman dan kredit juga bisa bergerak," ucapnya.
Seperti diketahui, dalam program pemerintah melakukan penempatan dana ke perbankan untuk penyaluran kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dengan bunga rendah.
Selain itu, pemerintah juga memberikan penjaminan kredit untuk korporasi mulai dari Rp10 miliar hingga Rp1 triliun. Dalam skema penjaminan kredit modal kerja korporasi tersebut, pemerintah memberikan porsi penjaminan sebesar 60 persen dari kredit.
Lihat juga:Cara Daftar Online Bansos Non PKH |
Adapula untuk sektor-sektor prioritas, seperti pariwisata (hotel dan restoran); otomotif; TPT dan alas kaki; elektronik; kayu olahan, furnitur, dan produk kertas
yang porsi penjaminan kreditnya sampai dengan 80 persen.
"Problemnya belum ada permintaan, kredit akhirnya disalurkan lewat dua cara. Pertama kanibalisme, mengambil kredit bank lain, jadi enggak tumbuh kreditnya. Hanya pindah. Kedua adalah dan ini bahayanya, seolah tumbuh karena dia menambah kredit UMKM tapi sektor usahanya enggak jalan," tandasnya.