Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai Indonesia lebih butuh efek kemenangan Joe Biden daripada Donald Trump di Pilpres AS. Sebab, Biden diproyeksi akan memberi sentimen stabilitas pada pasar keuangan ketimbang Trump.
Menurut Josua, kemenangan masing-masing calon orang nomor wahid di Negeri Paman Sam itu sebenarnya bisa memberi dampak positif bagi Indonesia. Bila Biden menang, Josua menilai mantan wakil presiden AS itu akan memberikan kebijakan-kebijakan yang lebih terukur bagi pelaku pasar keuangan.
Hal ini berbanding terbalik dengan rivalnya, Trump, yang identik dengan kebijakan yang sering menghebohkan. Alhasil, Trump lebih sulit ditebak pasar dan menimbulkan ketidakpastian yang tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apalagi Biden bersama Partai Demokrat ingin memperbesar stimulus fiskal untuk masyarakat AS, ini tentu memberi potensi aliran dana dari AS ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia," kata Josua kepada CNNIndonesia.com, Selasa (3/11).
Rencana ini, sambungnya, bisa memberi kepercayaan dari pelaku pasar bahwa pemerintah AS tak akan 'grasak-grusuk' lagi. Pelaku pasar pun lebih mudah mempertimbangkan aksi dan risikonya.
Khususnya bila stimulus fiskal kembali ditambah, maka aliran dana tersebut akan membuat peredaran dolar AS di Indonesia meningkat, sehingga terjadi penguatan rupiah. Sedangkan bila Trump menang, dampaknya justru bisa menekan kurs dan membuat aliran modal asing keluar.
Bagi Indonesia, jelas efek kemenangan Biden menguntungkan. Kendati begitu, bila Trump menang bukan berarti Indonesia tidak bisa memetik keuntungan.
Sebab, Trump yang sangat fokus menyerang China di perang dagang, akan memungkinkan semakin cepatnya realokasi pabrik ke negara lain, termasuk Indonesia. Dampaknya, tercipta banyak potensi investasi riil di industri manufaktur di Indonesia dari China.
Perang dengan AS akan memberi dampak pengusaha memilih untuk memindahkan bisnisnya ke negara lain, termasuk Indonesia. "Artinya kalau Biden yang menang, bisa saja potensi aliran investasi riil tidak setinggi di era Trump, karena perang dagang dengan China lebih softer, meski tetap ada," ungkapnya.
Dari kedua dampak ini, Josua mengatakan yang lebih dibutuhkan Indonesia saat ini adalah efek kemenangan Biden. Apalagi di tengah tingginya ketidakpastian sejak pandemi virus corona atau covid-19 meningkat.
"Saat ini Indonesia lebih dulu butuh stabilitas, karena bisa memicu rupiah yang stabil, aliran dana ke pasar keuangan, investasi portofolio, ketimbang efek Trump," jelasnya.
Menurutnya, efek kemenangan Biden sejalan dengan rencana pemulihan ekonomi nasional. Sedangkan dampak kemenangan Trump lebih cocok ketika pandemi sudah berakhir.
"Karena Trump mengubah peta perdagangan dunia dan ini tidak diinginkan negara-negara lain di tengah pandemi, meski bisa memberi dampak peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja bagi Indonesia," tuturnya.
Sebaliknya, pengamat pasar modal sekaligus dosen Universitas Atmajaya Irvin Patmadiwiria mengatakan sosok Trump sebenarnya bisa memberi dampak positif bagi pasar keuangan. Sebab, kadang kala, cuitan-cuitan dari Trump yang mampu menggerakkan pasar keuangan.
"Sebenarnya dari sisi investor kadang cukup disukai karena pernyataan-pernyataannya kontroversi, bisa positif dan negatif," ujar Irwin.
Irwin membandingkan dampak kepemimpinan Trump dengan Presiden AS ke-44 Barrack Obama. Menurutnya, kondisi pasar di era Obama kadang tidak begitu menarik dan cukup landai.
"Kalau bicara yang normal-normal saja seperti presiden sebelumnya, pertumbuhan AS landai-landai saja, tidak terlalu menarik. Hanya tinggal bagaimana menyikapi pernyataan-pernyataan yang dilontarkan Trump nanti," imbuhnya.
Kendati begitu, bila Trump menang lagi, ia berharap hubungan AS-China tidak setegang saat ini. Sebab, ketegangan yang tinggi pun tidak terlalu baik bagi perkembangan pasar.
"Supaya perang dagang antara AS-China kalau bisa jangan terlalu vulgar, jangan terlalu meledak-ledak karena ini justru mengganggu ekonomi global, tetap harus disikapi dengan bijaksana," tuturnya.
Sementara Wakil Ketua Umum Apindo Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani menilai dampak kemenangan Biden maupun Indonesia sejatinya sama saja bagi dunia usaha nasional. Pasalnya, kedua calon presiden AS itu akan sama-sama meneruskan perang dagang dengan China.
Hanya saja, kebijakan Biden diramal lebih terstruktur, tidak meledak-ledak, dan lebih ramah kepada China. Namun, kondisi ini tidak serta merta mempengaruhi nilai perdagangan dengan Indonesia.
"Karena Indonesia bukanlah partner dagang yang cukup signifikan bagi AS, tapi memiliki potensi yg besar kemungkinan siapa pun presiden AS, mereka akan punya kebijakan yang akan disesuaikan dengan agenda besar perdagangan dari residennya. Kemungkinan besar relasi dagang Indonesia-AS akan relatif stabil," pungkasnya.