Ekonomi Papua, di Antara Balutan Otsus dan Seruan Merdeka OPM

CNN Indonesia
Selasa, 01 Des 2020 15:51 WIB
Melihat perekonomian Papua yang mendapatkan alokasi dana otonomi khusus (otsus) untuk pelaksanaan otonomi khusus, pembangunan dan pemerataan infrastruktur.
Melihat perekonomian Papua yang mendapatkan alokasi dana untuk otonomi khusus (otsus). (Greenpeace/Ulet Ifansasti).
Jakarta, CNN Indonesia --

Hari ini, 1 Desember 2020, Organisasi Papua Merdeka (OPM) memperingati pengibaran bendera Bintang Kejora sejak 59 tahun lalu. OPM adalah organisasi yang dibentuk pada 1965 silam untuk kemerdekaan Papua.

OPM dibentuk oleh tokoh separatis Papua yang menuntut Papua dan Papua Barat berpisah dari Indonesia. Berdasarkan laporan dari Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) berjudul The Current Status of the Papuan Pro-Independence Movement pada 2015 lalu, banyak kelompok pecahan OPM berbasis di luar negeri seperti di Pasifik, Eropa, hingga Amerika Serikat.

Organisasi-organisasi itu berusaha menggalang dukungan internasional demi memisahkan Papua dari Indonesia. Beberapa organisasi itu, seperti West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski ada sejumlah pihak yang menginginkan Papua merdeka, tapi statusnya saat ini Papua masih menjadi salah satu provinsi di Indonesia. Bahkan, pemerintah pusat masih rutin memberikan bantuan dana kepada Papua setiap tahun.

Pemerintah pusat memiliki alokasi dana untuk otonomi khusus (otsus) Papua dan Papua Barat. Dana itu digunakan untuk pelaksanaan otonomi khusus, pembangunan dan pemerataan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, tahun ini, pemerintah mengucurkan dana otsus untuk Papua dan Papua Barat sebesar Rp8,4 triliun. Dana itu untuk pembiayaan dan kesehatan.

Lalu, pemerintah menurunkan dana otsus untuk Papua dan Papua Barat menjadi Rp7,5 triliun pada 2020. Kemudian, dana otsus untuk kedua provinsi naik tipis 3,3 persen menjadi Rp7,8 triliun pada 2021.

Bukan hanya dana otsus. Papua dan Papua Barat juga mendapatkan jatah dana tambahan infrastruktur (DTI) sebesar Rp4,3 triliun pada 2019. Kemudian, dana tambahan infrastruktur untuk Papua dan Papua Barat naik tipis pada 2020 menjadi Rp4,4 triliun. Namun, angkanya turun lagi menjadi Rp4,3 triliun pada 2021.

Dana itu digunakan untuk mempercepat penyediaan infrastruktur di Papua dan Papua Barat. Besaran alokasi DTI ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pemerintah dengan DPR dengan memperhatikan usulan Pemda terkait.

Sayangnya, meski pemerintah sudah menggelontorkan dana otsus dan dana tambahan infrastruktur untuk Papua dan Papua Barat, ekonomi Papua terus terkontraksi.

Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekonomi Papua minus 15,72 persen sepanjang 2019. Bahkan, ekonominya tercatat minus setiap kuartal.

Bila dirinci, ekonomi Papua pada kuartal I 2019 minus 18,66 persen, kuartal II 2019 minus 23,91 persen, kuartal III 2019 minus 15,05 persen, dan kuartal IV 2019 minus 3,73 persen.

Lalu, ekonomi Papua sempat pulih pada kuartal I 2020 menjadi tumbuh positif sebesar 2,85 persen dan kuartal II 2020 sebesar 2,36 persen. Namun, ekonomi Papua kembali kontraksi sebesar 1,83 persen pada kuartal III 2020.

Hal ini seiring dengan kontraksi ekonomi nasional akibat pandemi covid-19. Secara keseluruhan, ekonomi Indonesia telah masuk jurang resesi pada kuartal III 2020.

Suatu negara bisa disebut resesi jika ekonominya minus dua kuartal berturut-turut. Sebelumnya, pada kuartal II 2020 ekonomi domestik minus 5,32 persen dan kuartal III 2020 minus 3,49 persen. 

[Gambas:Video CNN]



(aud/age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER