Konflik Bosowa Corporindo dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) soal kepemilikan saham di PT Bank Bukopin Tbk masih berlanjut. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan keputusan OJK mengenai penilaian kembali Bosowa Corporindo sebagai pemegang saham pengendali.
PTUN Jakarta memerintahkan tergugat, yakni OJK, untuk menunda pelaksanaan keputusannya terkait hasil penilaian kembali Bosowa Corporindo selaku pemegang saham pengendali Bank Bukopin pada 24 Agustus 2020 selama proses pemeriksaan sampai dengan ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Bosowa Corporindo sebelumnya menggugat OJK pada 14 September 2020. Isi gugatan yang dilayangkan adalah meminta batal atau tidak sah keputusan OJK mengenai hasil penilaian kembali Bosowa Corporindo selaku pemegang saham pengendali di Bank Bukopin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
OJK dan Bank Bukopin pun tak tinggal diam. Mereka kompak mengajukan banding atas putusan PTUN Jakarta.
Perselisihan Bosowa Corporindo dan OJK bermula ketika regulator menyatakan Bosowa Corporindo tak lulus dalam rangka penilaian kembali selaku pemegang saham Bank Bukopin. Keputusan itu tertuang dalam surat Dewan Komisioner OJK Nomor 64/KDK.03/2020.
Penilaian itu membuat Bosowa Corporindo yang merupakan pemegang saham Bank Bukopin tak diperhitungkan dalam kuorum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank Bukopin.
Bahkan, Bosowa Corporindo dilarang melakukan tindakan sebagai pihak utama pengendali dan diwajibkan mengalihkan seluruh kepemilikan sahamnya dalam jangka waktu paling lambat satu tahun.
OJK menilai ada pelanggaran yang dilakukan Bosowa Corporindo. Perusahaan itu dianggap melakukan tindakan yang bertujuan menghalangi masuknya investor lain dalam rangka peningkatan modal dan penyelesaian masalah likuiditas Bank Bukopin.
Direktur Keuangan Bosowa Corporindo Evyana Mukti saat itu menyatakan keputusan OJK tidak transparan dan dilakukan secara mendadak jelang RUPS Bank Bukopin pada 25 Agustus 2020.
Keputusan OJK membuat suara Bosowa Corporindo hilang dalam RUPS. Hal itu sekaligus membuat KB Kookmin Bank selaku pemegang saham pengendali Bank Bukopin meloloskan agenda penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) dan meningkatkan sahamnya menjadi lebih dari 60 persen.
Mengutip RTI Infokom, KB Kookmin Bank kini mengempit saham Bank Bukopin sebesar 67 persen. Sementara, kepemilikan saham Bosowa turun 23,39 persen menjadi 11,68 persen, sisanya digenggam publik dan negara.
Pengamat Perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto menyebut proses hukum antara Bosowa Corporindo, Bank Bukopin, dan OJK menimbulkan ketidakpastian bagi investor, khususnya bagi KB Kookmin Bank. Ketidakpastian yang dimaksud perihal status dari perusahaan asal Korea Selatan itu di Bank Bukopin.
"Kalau mau lanjut ini harus clear (jelas), pemilik yang baru, pengendali yang baru ingin kepastian. Statusnya sebenarnya bagaimana," ucap Doddy kepada CNNIndonesia.com, Kamis (20/1).
Jika proses hukumnya berlarut-larut, maka bukan tak mungkin mempengaruhi visi, misi, hingga strategi KB Kookmin Bank sebagai pemegang saham pengendali yang baru di Bank Bukopin.
"Jadi jelas (proses hukum) ini tidak boleh lama. Dia (KB Kookmin Bank) kan sudah ada visi, misi, dan strategi. Dengan seperti ini jadi ada ketidakpastian," terang dia.
Meski begitu, bukan berarti PTUN Jakarta harus memprosesnya secara instan. Doddy berharap kasus ini tetap diputuskan secara cermat.
Masing-masing pihak tentu memiliki argumentasinya masing-masing. OJK, kata Doddy, memiliki alasan melarang Bosowa Corporindo melakukan tindakan sebagai pihak utama pengendali hingga mencabut hak perusahaan itu dalam RUPS Bank Bukopin.
Begitu juga dengan Bosowa dan Bank Bukopin yang memiliki argumennya terkait persoalan ini. "Ini harus dikaji matang, saya bilang jangan berlarut-larut, tapi bukan berarti dibuat instan. Kronologinya rumit, hakim harus memperhatikan matang-matang," jelas Doddy.
Jangan sampai, sambung Doddy, putusan PTUN Jakarta justru salah. Terlebih, hasil keputusan itu menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh investor dan masyarakat umum.
Untuk sekarang, ia enggan berspekulasi dengan hasil putusan final PTUN Jakarta. Hal yang pasti, jika permintaan Bosowa Corporindo dikabulkan 100 persen, maka surat OJK yang mencabut hak Bosowa Corporindo dalam RUPS pada 25 Agustus 2020 tak akan berlaku.
Dengan demikian, ada potensi Bank Bukopin melakukan RUPS kembali. Hal itu untuk menindaklanjuti putusan final dari PTUN Jakarta.
"Kalau sudah ada keputusan final harus di follow up, bisa saja ada RUPS lagi. Tapi lihat nanti, OJK pasti ada argumen, landasan surat yang kemarin apa. Sebaliknya, kalau PTUN Jakarta menangkan OJK berarti tidak ada perubahan apa-apa," kata Doddy.
Sejauh ini, Doddy menilai tak ada potensi penarikan dana besar-besaran oleh nasabah Bank Bukopin di tengah proses hukum yang sedang berjalan. Namun, yang pasti, hasil akhir dari PTUN Jakarta akan mempengaruhi sikap nasabah selanjutnya.
"Nasabah sekarang melihat ini sebagai dinamika bisnis. Tunggu hasil putusannya. Tergantung hasil putusannya," ucap Doddy.
Doddy optimistis operasional bisnis Bank Bukopin masih akan berjalan normal. Toh, belum ada perubahan dari segi struktur kepemilikan saham di Bank Bukopin.
"Untuk hasil putusan hukum nanti tentu akan berpengaruh, tapi kan belum tahu apa. Lagi proses," katanya.
Ia percaya PTUN Jakarta segera memberikan keputusan final atas persoalan ini. Karenanya, Doddy menilai rencana jangka panjang Bank Bukopin tetap bisa berjalan sesuai target.
"(Ekspansi misalnya) kan tidak mungkin dilakukan dalam waktu cepat, eksekusinya tidak cepat, jadi ya pasti tetap akan berjalan," ucap Doddy.
Di sisi lain, Ekonom dari Perbanas Institute Piter Abdullah Redjalam menyatakan perkara antara Bosowa Corporindo, OJK, dan Bank Bukopin telah mempengaruhi sikap pelaku pasar modal.
Terbukti, harga saham Bank Bukopin langsung anjlok 6,94 persen ke level Rp670 per saham pada Selasa (19/1).
Kemudian, harga saham Bank Bukopin kembali berada di zona merah pada Rabu (20/1). Harga saham emiten berkode BBKP itu berakhir di level Rp665 per saham pada penutupan kemarin sore.
"Pasti pengaruhi (investor). Beberapa hari ini masih negatif harga sahamnya," ujar Piter.
Namun, Piter menilai hal ini sebagai pergerakan pasar biasa. Setiap ada sentimen negatif, maka harga saham emiten yang bersangkutan akan 'merah'.
Dari segi operasional Bank Bukopin, Piter melihat tak akan terpengaruh oleh proses hukum yang sedang berlangsung. Artinya, kegiatan bisnis perusahaan tetap bisa berjalan secara normal.
"Karena ini konflik kepemilikan, masalah konflik pemegang saham, jadi tidak ke operasional bank," terang Piter.
Lihat juga:Bukopin Incar BTS Jadi Brand Ambassador |
Ia juga percaya nasabah tak akan melakukan penarikan dana dari Bank Bukopin karena masalah ini. Menurut Piter, pernyataan dari manajemen sudah membuat nasabah percaya dengan Bank Bukopin.
"Langkah-langkah yang dilakukan Bank Bukopin juga cukup meyakinkan nasabah, sehingga tidak terjadi ketidakpercayaan oleh nasabah. Kookmin juga meyakinkan nasabah bahwa Bank Bukopin dalam proses perbaikan," jelas Piter.
Direktur Utama Bank Bukopin Rivan Purwanto sebelumnya memastikan operasional Bank Bukopin tetap berjalan normal. Selain itu, putusan PTUN Jakarta juga tak mengubah komposisi kepemilikan saham di Bank Bukopin.
Sebagai informasi, keuangan Bank Bukopin memburuk dalam beberapa waktu terakhir. Perusahaan membukukan kerugian bersih pada kuartal III 2020 sebesar Rp1,05 triliun.
Realisasi itu berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana Bank Bukopin masih mencatatkan laba bersih sebesar Rp150,25 miliar.
Tekanan keuangan salah satunya disebabkan karena turunnya pendapatan bunga dan syariah dari Rp5,65 triliun menjadi Rp4,18 triliun. Rinciannya, pendapatan bunga Bank Bukopin pada kuartal III 2020 sebesar Rp3,9 triliun dan pendapatan syariah sebesar Rp283,92 miliar.
Penyaluran kredit Bank Bukopin turun dari Rp69,54 triliun menjadi Rp63,7 triliun. Selain itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) gross naik dari 5,99 persen menjadi 8,5 persen.
(bir)