Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat Tionghoa menyambut perayaan Tahun Baru Imlek dengan penuh suka-cita setiap tahun. Di Indonesia, budaya perayaan Imlek telah menyatu dengan seluruh rakyatnya.
Jadi, tak hanya masyarakat Tionghoa saja yang menyambut gembira Imlek, mereka dari budaya dan kepercayaan lain di Indonesia turut merasakan semaraknya.
Di Tiongkok sendiri, Imlek memiliki tradisi yang sangat beragam tergantung wilayah di mana Imlek dirayakan. Namun, pada umumnya ada beberapa santapan khas Imlek yang wajib hadir. Sajian khas Imlek pun tak sembarangan muncul.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti halnya makanan yang disajikan pada hari keagaaman lain, ada makna simbolik yang tersimpan di balik sajian khas Imlek.
Orang-orang Tionghoa yang makmur biasanya menyediakan dua belas jenis masakan, serta dua belas macam kue, mewakili lambang shio yang jumlahnya dua belas.
Sajian khas Imlek ini memliki makna yang berkaitan dengan kemakmuran, usia panjang, kebahagiaan, ataupun keselamatan.
Meski begitu, masyarakat Tionghoa yang berasal dari ekonomi pas-pasan biasanya cukup menyajikan mi panjang umur, serta merayakannya dengan menegak arak. Dirangkum oleh CNN Indonesia dari berbagai sumber, berikut santapan-santapan istimewa Imlek.
Kue keranjang, disebut juga dengan Nian Gao. Kue Kranjang (tii kwee) menjadi sajian wajib di Hari Imlek. Nama kue ini didapat karena cetakannya yang terbuat dari keranjang. Tepung ketan dan gula adalah bahan utama kue keranjang. Teksturnya kenyal serta lengket.
Menurut tradisi, kue keranjang mulai digunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang untuk para leluhur tujuh hari menjelang Tahun Baru Imlek. Sebagai sesaji, kue ini tidak disantap sampai perayaan Cap Go Meh tiba, yakni pada malam ke-15 setelah Imlek.
Kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Semakin ke atas maka akan semakin kecil kue disusun. Penyusunan bertingkat kue keranjang memiliki makna harapan atas peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran.
Rasa kue keranjang sangat manis. Rasa manis tersebut diyakini bermakna suka-cita, kegembiraan, menikmati berkah, berpikir positif. Kue keranjang juga bertekstur lengket karena terbuat dari tepung ketan.
Lengket menggambarkan persaudaraan yang erat dan menyatu. Teksturnya kenyal, dimaknai sebagai keuletan, kegigihan berjuang untuk meraih satu tujuan hidup.
Bentuk kue keranjang bulat, tak ada ujung pada setiap sisinya. Bulat melambangkan pesan kekeluargaan. Tak merasa ada yang lebih penting dari yang lain selain kekeluargaan, termasuk dalam bisnis. Relasi wajib dibina tiada akhir.
Kue wajib lain di Tahun Baru Imlek adalah kue Lapis Legit (Spekkoek). Kue ini melambangkan datangnya rezeki yang berlapis-lapis di tahun mendatang. Sehingga masyarakat Tionghoa berharap untuk merasakan kehidupan yang lebih manis dan legit.
Lapis legit sering pula disebut sebagai Thousand Layer Cake.
Salah satu hidangan utama lainnya di perayaan Imlek adalah ikan bandeng. Ikan pangan yang populer di Asia Tenggara ini melambangkan rezeki berlimpah.
Dalam logat bahasa Mandarin, 'ikan' memiliki bunyi yang mirip dengan kata 'yu' yang berarti rezeki. Itu pula sebabnya kenapa banyak restoran Tionghoa biasanya memiliki aquarium ikan mas karena melambangkan rezeki.
Setiap perjamuan besar dalam tradisi Tiongkok, hidangan ikan biasanya disuguhkan di akhir jamuan. Alasannya untuk melambangkan rezeki berlimpah di masa yang akan datang.
Ikan bandeng disajikan utuh, mulai dari kepala sampai ekornya. Bagian kepala ikan biasanya diarahkan kepada tamu kehormatan yang hadir dalam perjamuan. Jangan tersinggung jika menghadiri perjamuan besar, dan menemui hal semacam ini. Karena seperti itulah penghormatan untuk tamu kehormatan.
Bandeng dalam perayaan Imlek di Indonesia biasanya diolah menjadi pindang bandeng. Dan memang tradisi ini memiliki sejumlah dongeng dan cerita. Selain itu, ikan bandeng juga kaya akan kandungan Omega-3.
Si primadona sajian imlek juga memiliki makna filosofis, yakni sebagai simbol hidup hemat dan awet muda. Seorang anggota keluarga yang tidak membawa ikan bandeng kepada orang yang lebih tua, misalnya orang tua dan mertua, dianggap tak punya kesopanan.
Makanan lain khas Imlek adalah mi. Mi melambangkan umur yang panjang, terutama Siu Mie atau Shou Mian yang berarti mi panjang umur.
Mi harus disajikan tanpa putus dari ujung awal sampai akhir. Jadi, benar-benar satu untaian mi. Masyarakat Tionghoa berharap agar memiliki umur yang 'tak putus-putus' alias panjang. Meski demikian, ketika disantap mi dibolehkan untuk dipotong.
Buahan-buahan yang wajib terhidang ketika Imlek adalah pisang raja atau pisang mas karena melambangkan kemakmuran. Jeruk kuning, biasanya disertai daun yang masih menempel pada batang jeruk, juga sajikan.
Jeruk yang masih berdaun itu dipercaya melambangkan kemakmuran yang selalu tumbuh terus-menerus.
Pada perayaan Imlek, masyarakat Tionghoa punya tradisi membagikan beraneka macam buah, terutama jeruk kepada kerabat dan tetangga. Dalam tradisi Tionghoa, jeruk sangat penting, apalagi di perayaan Imlek.
Dalam bahasa Mandarin jeruk disebut chi zhe. Chi artinya rezeki, dan zhe berarti buah. Jeruk bagi mereka adalah buah yang mendatangkan rezeki. Warna oranye yang sangat cantik pada kulit jeruk melambangkan emas yang dapat diartikan sebagai uang.
Selain buah, masyarakat Tionghoa juga menyediakan batang tebu. Tujuannya agar kehidupan yang dijalankan di tahun baru terasa serba manis.
Ada pula keyakinan untuk menghindari buah yang berduri, seperti salak dan durian, tetapi nanas adalah pengecualian. Nanas atau Wang Li bila diucapkan mirip dengan kata Wang, artinya berjaya. Selain itu, nanas pun dilanmbangkan sebagai mahkota raja.
Kolang-kaling dan agar-agar
Selain buah-buahan, makanan lain yang dianjurkan saat Imlek adalah kolang-kaling. Makna kolang-kaling adalah agar pikiran dapat terus jernih.
Agar-agar juga sajian lain yang dianjurkan saat Imlek. Agar-agar sebaiknya disajikan dalam bentuk bintang. Agar kelak kehidupan maupun jabatan di masa yang akan datang jadi lebih terang dan bersinar.
Tak hanya makanan-makanan wajib, ada juga makanan yang sebaiknya dihindari. Misalnya, bubur karena melambangkan kemiskinan atau kesusahan.
Alkisah, saat musim kelaparan di Tiongkok, masyarakat tak dapat menyajikan nasi. Makanan-makanan yang terasa pahit seperti pare juga sebaiknya dihindari. Sebab melambangkan kepahitan hidup.