Jakarta, CNN Indonesia -- Perayaan Tahun Baru Imlek tidak hanya diisi dengan melakukan ibadah di kelenteng atau wihara. Perayaan Imlek pun identik dengan makan bersama sebagai ungkapan kebersamaan dan keutuhan keluarga.
Menu-menu yang disajikan pun tidak sembarangan. Ada beberapa menu yang wajib disajikan saat Imlek tiba, seperti pindang bandeng dan kue keranjang. Pemilihan menu lainnya pun tidak boleh sembarangan. Semuanya harus memiliki filosofi sebagai bagian dari doa dan pengharapan untuk masa depan.
"Bandeng menjadi sajian utama Imlek, terutama di Indonesia, sebagai simbol banyak rejeki dan panjang umur," kata pakar kuliner Tionghoa dari Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia, Aji Chen Bromokusumo saat ditemui di kawasan Grogol, Jakarta Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tradisi makan dalam perayaan Imlek biasanya dilakukan saat malam Imlek. Namun, ada juga masyarakat yang melakukan tradisi makan bersama ini saat makan siang di hari Imlek.
Berikut beberapa makanan yang biasanya tersaji di meja makan saat perayaan Imlek sekaligus makna filosofisnya
Melambangkan panjang umur dan kesehatan. Dalam satu piring, ada lima sajian yang dipersiapkan dengan cara dimasak, dan tidak dimasak. Ada crabstick, kakap mayones, smoked beef, lumpia, dan ubur-ubur yang dimasak dengan sayur.
Cita rasa satu hidangan ini dominan gurih. Kulit lumpia terasa garing dengan sayuran di dalamnya, seperti wortel dan rebung. Tekstur daging kakap pun masih sangat lembut. Cocok sekali dipadukan dengan saus mayones dengan cita rasa manis. Sementara untuk rasa ubur-uburnya dominan gurih dengan tekstur kenyal.
Sup berkuah kental ini terbuat dari gelembung renang ikan, atau orang sering menyebutnya perut ikan. Tidak hanya isi perut ikan, sup ini juga berisi jamur kuping. Sup dengan cita rasa gurih ini melambangkan makna ketahanan dan keuletan dalam menghadapi semua kesulitan dalam kehidupan, termasuk bisnis, pekerjaan, dan pendidikan.
Sebenarnya makanan ini tidak selalu ada di setiap meja makan etnis Tionghoa saat perayaan Imlek. Tapi, biasanya roasted duck dihidangkan pada momen-momen spesial dan hari besar, salah satunya Imlek.
Sajian ini merupakan sajian yang paling istimewa ketika Imlek tiba. Dan pindang bandeng pun ternyata hanya menjadi tradisi Imlek di Indonesia. Di kalangan etnis Tionghoa, bandeng merupakan simbol banyak rezeki dan panjang umur. Meski durinya banyak, hal itu dianggap sebagai lambang kesulitan hidup yang harus di atasi untuk bisa merasakan kenikmatannya.
Rasa kuah pindang bandengnya begitu gurih dan sedikit manis. Kuah pindang bandeng sendiri hampir sama dengan kuah semur, namun lebih segar karena biasanya ditambah dengan belimbing wuluh. Daging ikannya pun masih lembut, tapi sayang bumbunya tidak meresap sampai ke dalam daging. Walaupun terkenal banyak durinya, tapi tidak terasa duri yang mengganggu saat dikunyah pada bandeng ini.
Rebung atau yang dikenal dengan tunas bambu, disajikan dengan udang yang dimasak sebentar. Rasa udangnya segar dan rasa manis udang pun sangat terasa. Sementara untuk rebungnya, teksturnya pun masih renyah dengan rasa gurih dan sedikit manis. Aroma khas rebung pun sudah tidak tercium lagi. Rupanya rahasia memasak rebung agar tidak beraroma adalah merebus dengan kaldu.
Bagi masyarakat Tionghoa, rebung menunjukkan semangat kehidupan yang baru sesuai dengan filosofi tunas bambu, bu bu gao sheng, yang berarti semakin lama semakin sukses dalam segala hal.
Sea cucumber atau haisom, atau lebih dikenal teripang merupakan salah satu makanan 'mewah' karena tidak disajikan setiap saat. Harganya pun cukup mahal.
Teripang memiliki tekstur yang kenyal seperti kikil. Paduan penyajian yang dipadukan dengan jamur, membuat sulit membedakan antara teripang dan jamur. Potongannya pun dibuat sama. Bagi masyarakat Tionghoa, teripang menyimbolkan harapan berlimpahnya rezeki dan keuletan.
Hidangan ini terbuat dari beras ketan. Teksturnya yang lengket menyiratkan kebersamaan dan kekompakan dalam keluarga. Rasa hidangan ini gurih dengan rasa khas beras ketan yang masih sangat terasa. Nasi ketan ala kantonese ini dimasak dengan cara dikukus dan dibungkus dengan daun teratai. Sebelum disajikan, kue keranjang ini dikukus terlebih dahulu kemudian disajikan dengan parutan kelapa dan taburan gula merah di atasnya. Kue keranjang memiliki tekstur seperti dodol, namun lebih lembut. Kombinasi manisnya kue keranjang dengan rasa khas parutan kelapa dan taburan gula merah yang manis juga bercampur menjadi satu di mulut.
Kue keranjang atau disebut nian gao sebenarnya berbentuk seperti lontong dengan rasa yang tawar. Namun, karena mendapat pengaruh lokal, kue keranjang pun menjadi manis dengan warna cokelat seperti dodol. Disebut kue keranjang karena pembuatannya dicetak dalam keranjang kecil dari anyaman bambu. Kue ini melambangkan kebersamaan dan kekompakan dalam keluarga.