Sejak pertama kali muncul, virus corona penyebab Covid-19 memang bikin banyak orang ketar-ketir. Tingkat penularan yang semakin tinggi dan angka kematian yang terus bertambah memicu rasa takut pada banyak orang.
Ketakutan terhadap virus corona yang terus bertahan dalam pikiran lambat laun menjadi bentuk kecemasan. Jika tak ditangani, kecemasan bisa berujung pada gangguan mental yang lebih serius.
Kondisi itu diperparah dengan situasi serba tak pasti dari pandemi Covid-19. Hingga saat ini, tak ada satu pun yang tahu kapan pandemi akan terus berakhir, sekali pun vaksin telah tersedia. Angka kasus yang terus berfluktuasi memicu perasaan cemas tersendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktanya, pandemi Covid-19 memang memicu persoalan kesehatan mental. Orang dewasa cenderung mengalami kecemasan dan kesedihan akibat situasi serba tak pasti yang dihadapi. Isolasi dan berbagai pembatasan juga turut berkontribusi terhadap kesehatan mental.
Data dari The Commonwealth Fund menemukan, sebanyak 33 persen penduduk Amerika Serikat mengalami gangguan mental selama pandemi. Hal yang sama juga terjadi pada 26 persen penduduk Kanada dan Inggris.
Pada Oktober lalu, WHO merilis hasil survei yang menyimpulkan bahwa pandemi telah memberikan dampaknya terhadap kesehatan mental. Sebanyak 83 persen dari 130 negara yang disurvei bahkan telah memasukkan kesehatan mental dalam rencana tanggapan pandeminya. Namun, hanya 17 persen yang benar-benar menyiapkan dana yang dibutuhkan.
![]() |
WHO menyebut, sebelum pandemi, negara-negara telah menghabiskan kurang dari dua persen dari anggaran kesehatan nasional mereka untuk mengatasi masalah kesehatan mental. Kini, permintaan itu terus meningkat akibat pandemi.
Sementara di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat, selama pandemi Covid-19, hingga Juni 2020, ada sebanyak 277 ribu kasus gangguan mental. Angka ini meningkat dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebanyak 197 ribu kasus.
Catatan lain, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) menemukan, 68 persen masyarakat yang melakukan swaperiksa mengalami masalah psikologis.
Lihat juga:5 Cara Mengatasi Insomnia Tanpa Obat Dokter |
Sebanyak 67,4 persen mengalami gejala cemas dengan terbanyak pada kelompok usia di bawah 30 tahun. Sementara 67,3 persen mengalami depresi. Dari kelompok depresi, 48 persen di antaranya bahkan sempat berpikir untuk bunuh diri atau melukai diri sendiri dengan cara apa pun.
Sementara itu, 74,2 persen masyarakat mengalami gejala trauma psikologis. Trauma yang dialami seperti selalu merasa waspada, merasa sendirian, merasa ditinggalkan, dan merasa terisolasi.
Tak hanya pada masyarakat umum atau mereka yang tidak terinfeksi Covid-19, kesehatan mental juga rentan mengganggu para penyintas infeksi virus corona. Sejumlah studi menemukan bahwa banyak penyintas Covid-19 yang mengalami depresi setelah menjalani masa perawatan isolasi di rumah sakit. Gangguan mental bahkan disebut-sebut sebagai efek jangka panjang dari infeksi virus corona itu sendiri.