Bahkan sebelum pandemi, wisata ke Bhutan tidaklah mudah.
Di bawah kebijakan kerajaan berkonsep "Berdampak Rendah, Bernilai Tinggi", kunjungan sangat mahal dan dirancang untuk mencegah overtourism (serbuan turis).
Semua visa perjalanan harus dikeluarkan melalui perusahaan operator tur yang disetujui pemerintah, dan tarif harian wajib sebesar US$250 (sekitar Rp3,5 juta) berlaku untuk setiap pengunjung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah mendapat izin untuk kembali ke Bhutan pada tahun 2021, Bak diharuskan menjalani karantina selama tiga minggu pada saat kedatangan, meski ia satu-satunya turis di sana.
Seorang perwakilan dari pemerintah Bhutan mengkonfirmasi bahwa departemen pariwisata menawarkan untuk menutupi biaya karantina Bak, tetapi Bak memilih untuk membayarnya sendiri.
Bak menggambarkan keputusannya sebagai "cara saya menunjukkan solidaritas."
DeSantis menggunakan kunjungan Bak sebagai semacam uji kasus untuk bagaimana pembukaan kembali Bhutan bisa dimulai.
"Bhutan siap untuk bangkit kembali dengan pariwisata. Pariwisata sangat penting bagi kami dan kami melakukan hal yang benar," katanya.
Meskipun belum ada yang konkret, DeSantis mengatakan dia telah mendengar desas-desus tentang pembukaan kembali Bhutan antara Desember 2021 dan Februari 2022.
Situasi Covid-19 di Bhutan terbilang ditanganni dengan baik. Hampir 90 persen orang dewasa di kerajaan itu divaksinasi pada bulan Juli. Itu bukan prestasi kecil di negara yang banyak penduduknya tinggal di desa-desa terpencil tanpa angkutan massal.
Raja Jigme Khesar Namgyel Wangchuck memutuskan untuk melakukan perjalanan keliling negeri dengan menunggang kuda dan berjalan kaki untuk mendorong warganya mendapatkan vaksinasi.
Dia juga bertemu dengan petugas kesehatan dan relawan untuk berterima kasih kepada mereka karena telah terlibat dalam peluncuran vaksin.
Terlepas dari logistik dan tantangan menjadi satu-satunya turis, Bak tidak pernah ragu datang ke Bhutan.
"Mimpi saya dimulai di Bhutan," katanya, "dan itu tidak pernah berakhir."