Di bukunya ini, Seno mengisahkan Drupadi dari awal kelahirannya hingga ia tiada. Tidak hanya kembali mengangkat soal kecantikannya saja, tapi bagaimana sosok Drupadi semasa hidupnya adalah juga seorang perempuan yang berdaya, dan berjuang melawan suratan yang sudah ada padanya.
Drupadi lahir dengan kecantikannya yang mempesona. Dengan tempo cerita yang lambat, kecantikan Drupadi itu dikupas lapis demi lapis yang membuatnya tampak teryakinkan tiada lagi yang cantik mengalahkan kecantikan Drupadi.
‘Dewi Drupadi tidak pernah dilahirkan. Ia diciptakan dari sekuntum bunga teratai yang sedang merekah.' (hal2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
'Secantik-cantiknya putri itu dalam bayangan mereka, setelah melihatnya sendiri meski dari jarak yang jauh, ternyata Dewi Drupadi memang beritu rupa cantiknya sehingga kecantikannya tiadalah terkatakan lagi. (hal5).'Hal itu dipertegas lagi pada halaman berikutnya
: “Begitu cantiknya Drupadi memang, matanya berbinar-binar dan bersinar, membiat mata siapapun yang memandang tiada bisa lepas lagi darinya (hal 17).
'Tidak hanya cantik, Drupadi juga dikisahkan sebagai perempuan yang cerdas, tangkas, dan pemberani. Saat sayembara memperebutkan dirinya, ia tidak membiarkannya berjalan begitu saja. Drupadi-lah yang kemudian memilih siapa yang berhak atas dirinya. Dan suatu kali dengan lantang, ketika pilihannya jatuh pada pria yang ia cintai (yakni Arjuna), ia berteriak dengan berani.
'Aku mau menikah dengannya! Ia calon suamiku!' (hal 20).
Drupadi kemudian menikah tidak hanya dengan Arjuna saja, tapi juga dengan keempat saudaranya yang lain, yakni Yudhistira, Bima, Nakula dan Sadewa.
Dari sinilah perjalanan kisah Drupadi sebenarnya baru akan dimulai. Penceritaan Seno akan pertaruhan dirinya di meja judi seolah nyata dan membuat siapa pun yang membacanya tertarik ke dalam suasana perjudian yang meresahkan. Kekalahan dan terhinanya para Pandawa hingga diperkosanya Drupadi menjadi adegan yang juga terasa menyesakkan.
Namun, Drupadi bukan perempuan yang tinggal diam dan meratap atas kemalangan yang terjadi padanya. Meski kemudian ia kembali dipertaruhkan untuk ke-dua kalinya, dan kalah. Penderitaan itu juga seolah tiada akhir. Drupadi menjalani pengembaraan dan diasingkan sebagai hukuman. Menjadi istri dari lima Pandawa ternyata tidak membuatnya serta merta bahagia.
Salah satu bagian yang menarik dari kisah ini adalah ketika pada bab ke-tujuh, Seno menghadirkan satu bab khusus berjudul Wacana Drupadi. Di bagian ini, Drupadi tidak lagi tampil sekadar cantik, tapi juga menjadi sosok yang berani mengungkapkan pendapatnya di tengah-tengah kerumunan.
“Semua orang memperhatikan perempuan itu, yang rambutnya terurai tak pernah disanggul. Ia mengenakan sari berwarna biru langit, sederhana seperti seorang sudra, namun matanya cemerlang seperti permata.' (hal 96)‘Aku telah bersumpah tidak akan menyanggul rambutku jika belum dikeramas dengan darah Dursasana. Apakah karena aku seorang perempuan dan seorang istri, maka aku takbisa memberikan sesuatu kepada lima suamiku? Yudhistira berjudi kembali atas nama kehormatan Pandawa. Apa yang salah dengan diriku? Apa yang tidak terhormat dari pemberianku? Itu penghinaan kepada perempuan!’ (hal 96).