Baru sekarang saya mengerti penyebab #ALIVE mampu menjadi film pertama yang mendatangkan lebih dari 1 juta penonton ke bioskop Korea Selatan di tengah pandemi. Jalan cerita yang sederhana serta penggambaran situasi dari dua karakter utama terasa begitu dekat dengan situasi saat ini kala wabah virus corona.
Film ini berawal dari Oh Joon-woo (Yoo Ah-in) merupakan seorang YouTuber dan gamer yang berada sendiri di rumah tanpa stok makanan. Ketika ia menjalani hari seperti pada umumnya, situasi tiba-tiba berubah dengan cepat dan tak terkendali. Sinopsis #ALIVE bisa dibaca di sini.
Secara garis besar sesungguhnya tak ada hal yang benar-benar baru dari film #ALIVE, mulai dari kehidupan awal yang normal kemudian berubah drastis karena zombi hingga ragam upaya bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
REVIEW FILM LAINNYA |
Kendati demikian, banyak hal yang membuat film ini begitu menarik untuk disaksikan. #ALIVE hanya butuh waktu sekitar empat menit untuk menghadirkan langsung masalah bagi pemeran utamanya. Jantung penonton juga sudah diajak berdebar lebih cepat hanya dalam 10 menit awal film.
Zombi dalam film ini sama seperti zombi yang digambarkan dalam film dan serial Korea lainnya seperti Kingdom dan Train to Busan.
Mereka merupakan orang-orang yang sebelumnya berada di sekitar pemeran utama, serta sangat aktif. Zombi dalam #ALIVE bahkan digambarkan benar-benar memiliki kemampuan sama seperti manusia.
Namun, zombi bukan jadi hal utama yang ingin ditampilkan dalam #ALIVE. Film ini tak menampilkan awal penyebab virus atau zombi menjadi pandemi. Latar belakang dari kehidupan kedua karakter utama juga tak disinggung sama sekali dalam film ini.
#ALIVE sesungguhnya ingin menonjolkan kesepian, kejenuhan, kebingungan, dan kebosanan Oh Joon-woo yang harus bertahan dalam rumah dalam jangka waktu yang tak bisa diperkirakan supaya tidak terinfeksi.
![]() |
Situasi itu terasa amat familiar dengan banyak orang saat ini. Bedanya, Joon-woo sama sekali tidak pernah memperkirakan hal tersebut. Sehingga, ketersediaan makanan dan minuman amat tipis. Ia harus memutar otak sedemikian rupa untuk bisa tetap hidup setidaknya selama beberapa waktu mendatang.
Joon-woo sepertinya merepresentasikan banyak orang, termasuk di Indonesia, pada awal-awal pandemi. Merasa baik-baik saja dengan semua yang dimiliki, masih bisa tenang dan bersabar berdiam diri dalam rumah.
Lambat laun waktu berjalan, kondisi tak kunjung membaik, rasa bosan semakin muncul dan mendorong pintu rumah perlahan terbuka, kaki melangkah keluar walau menyadari infeksi dan nyawa menjadi taruhannya.
Tapi saat hanya selalu di dalam rumah, sangat besar kemungkinan pikiran, emosi, dan akal sehat mulai terganggu.
#ALIVE bisa menjadi sarana untuk mengingatkan penonton, kita bukan satu-satunya yang jenuh dan mulai kehilangan akal sehat di tengah wabah. Banyak orang mengalami hal serupa bahkan mungkin berada di titik akhir pertahanan hidupnya.
Sehingga, banyak hal bisa dilakukan mengatasi itu seperti menghubungi orang-orang terdekat atau yang dikasihi, berbagi cerita, atau mengirimkan makanan sebagai bantuan. Tak akan ada yang pernah tahu bahwa satu hal kebaikan kecil bisa memberikan semangat hidup bagi orang lain.
![]() |
Apabila benar-benar terpaksa harus keluar rumah, selalu pastikan kesehatan dan keselamatan diri supaya terhindar dari infeksi.
Di sisi lain, rasa waspada harus tetap ada di tengah pandemi. Karena, ternyata masih ada orang yang berusaha menyalahgunakan kesempatan dalam kesempitan di masa-masa sulit ini.
Awalnya, saya amat menantikan kesempatan bisa menyaksikan #ALIVE di bioskop. Namun, kini menyaksikan film tersebut di rumah membuat saya sebagai penonton merasa lebih relate dengan situasi di sana dan yang dialami di dunia nyata.
Secara keseluruhan, #ALIVE menjadi film yang amat menarik untuk disaksikan dan melepas kepenatan di tengah pandemi, karantina mandiri, dan bekerja dari rumah. #ALIVE bisa disaksikan di Netflix.