Jakarta, CNN Indonesia --
Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings resmi rilis di benua Asia, pasar film terbesar di luar Amerika Utara. Sebuah peluang emas untuk menambang cuan, seandainya tidak dalam kondisi pandemi yang membuat Marvel dan Disney harap-harap cemas.
Asia sudah lama menjadi target Marvel mendulang cuan. Hal ini didasarkan fakta sebanyak 9 dari 20 pasar internasional terbesar di luar Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada) adalah negara-negara Asia, menurut laporan 2019 dari Motion Picture Association.
Sembilan negara tersebut tentu saja China, Jepang, Korea Selatan yang menempati posisi secara berurutan satu hingga tiga teratas daftar itu. Kemudian ada India, Taiwan, Indonesia, Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Hong Kong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesembilan 'naga' ini pada 2019 --atau ketika pra-Covid-- menghasilkan box office gabungan sebesar US$16,6 miliar, dengan 56 persennya datang dari China. Bandingkan dengan delapan negara Eropa lainnya di daftar tersebut yang hanya mampu menghasilkan angka kolektif US$7,4 miliar.
Jejak Marvel mendekati China dan Asia juga sudah terlihat sejak sedekade lalu, atau lebih tepatnya kala Disney mulai mengatur distribusi penjualan film-film Marvel pada 2012. Marvel Entertainment diketahui dibeli Disney pada 2009.
Sejak era Avengers (2012), pasar Asia kerap didekati Marvel-Disney dengan berbagai cara, mulai dari jumpa media, jumpa penggemar, tur, berbagai gimmick marketing salah satunya video greeting di internet dan layar bioskop, hingga premier.
Masih segar dalam ingatan ketika Marvel-Disney memutuskan menayangkan film pamungkas tiga fase awal Marvel Cinematic Universe, Avengers: Endgame (2019), di China dua hari lebih awal dari Amerika Serikat.
Selain menghindari pembajakan film yang marak di pasar Asia, teknik ini jelas membuat penonton Asia merasa "terpilih" menjadi orang pertama yang tahu akhir dari Avengers, yang kemudian berpengaruh pada penjualan tiket.
Endgame pun meraih box office pembukaan US$175,9 juta di China, separuh dari pembukaan di Amerika Utara. Secara total, menurut Box Office Mojo, China menyumbang US$629,1 juta untuk Endgame. Sedangkan pasar domestik menyumbang US$858,3 juta.
Raihan menggiurkan itu kemudian coba kembali dilakukan Marvel-Disney untuk film awal Phase 4 MCU, Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings.
 Penggemar Film Avengers di Bioskop CGV Grand Indonesia, Jakarta, Rabu, 24 April 2019 pagi. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Nasib Menggantung di Asia
Apalagi kisah film ini disebut Hollywood "Asia banget", meski faktanya lebih banyak berhubungan dengan China juga Mandarin dibanding budaya negara Asia lainnya. Bukan hanya dari cerita, mulai dari sutradara hingga pemain, didominasi orang berdarah Asia. Perlakuan ini sama kala Marvel-Disney memutuskan menggarap Black Panther.
Tapi saat itulah pandemi menyerang, dan dari China pula. Shang-Chi berkali-kali terpaksa menunda produksi dan penayangan.
Premier pun 'hanya' dilakukan di Los Angeles, lebih tepatnya di TCL Chinese Theater yang berarsitektur oriental. Seolah sebagai simbol identitas budaya yang diusung film ini, karena premier di China mustahil dilakukan di tengah pandemi.
Namun bukan cuma pandemi yang jadi halangan Shang-Chi. Adalah kebijakan China untuk cuek dalam mengizinkan penayangan film tersebut di negara dengan pasar box office terbesar di dunia itu.
Aksi China itu sebenarnya wajar.
Lanjut ke sebelah...
Sudah sejak lama China mengeluhkan merasa 'dijajah' oleh Hollywood. Mereka pun menerapkan sederet peraturan untuk melindungi perfilman lokal, dan mencegah uang penonton China lari ke AS.
Sederet peraturan tersebut mulai dari sensor hingga pembatasan jumlah film asing yang bisa tayang di China dalam setahun. Hal ini amat mungkin dilakukan mengingat pemerintah China mengendalikan segala aspek kehidupan masyarakatnya, apalagi cuma sekadar izin tayang film.
Shang-Chi pun apes. Momen perilisannya bertepatan dengan situasi politik internal China yang penuh sentimen terhadap produk asing, atau apapun yang dianggap Partai Komunis China tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya juga nasionalisme mereka.
Alhasil, Shang-Chi pun digantung di China. Padahal di sejumlah negara Asia lainnya, film ini mulai menguasai box office setempat. Seperti pada data Box Office Mojo pada 17-19 September, Shang-Chi berkuasa di Korea Selatan, Hong Kong, dan Singapura.
Namun dari tiga lokasi tersebut pun perolehan box office tidak optimal. Hanya Korea Selatan dan Hong Kong yang tembus angka satu juta dolar. Padahal pada kondisi normal, angka box office untuk film Marvel minimal belasan juta dolar di Korea.
Nasib Shang-Chi di Indonesia
Sementara itu, pasar film Asia besar lainnya juga masih tersendat-sendat akibat pandemi. Misalnya Indonesia yang baru boleh membuka bioskop pada 13 September 2021.
Di Indonesia, Shang-Chi mesti berhadapan dengan sederet film blockbuster lainnya dan memperebutkan penonton bioskop yang datang tak sampai 10 persen dari kuota kursi kala pandemi.
Meski tipis, Shang-Chi masih punya harapan. Data Box Office Mojo pada 17-19 September 2021 menunjukkan Black Widow menjadi film yang menguasai box office Indonesia pada akhir pekan pertama pembukaan bioskop, walau hanya senilai US$201 ribu.
Peluang Shang-Chi pun sejatinya masih lebar di bioskop Indonesia mengingat A Quiet Place Part II pernah mencetak angka box office US$1,9 juta pada Mei lalu.
Kini nasib Shang-Chi hanya bisa bergantung pada kondisi pandemi di negara-negara Asia, dan tentu saja keinginan penonton melepas ketakutan mereka kembali ke bioskop di tengah pandemi.
Bila kondisi kasus harian bisa terjaga atau melandai, bukan mustahil penonton secara perlahan kembali ke bioskop. Namun bila terjadi sebaliknya, maka 'rem' pun mesti ditarik kembali.
[Gambas:Youtube]
Tapi bukan Disney namanya bila tak memperhitungkan segala kemungkinan di tengah situasi pelik seperti ini. CEO Disney Bob Chapek memastikan Shang-Chi akan rilis di layanan streaming Disney+Hotstar pada November 2021.
Keputusan itu sejatinya masih menguntungkan Disney walau Shang-Chi tak bisa punya performa maksimal di bioskop. Disney masih amat mungkin meraup keuntungan dari pasar Asia melalui streaming, apalagi di Indonesia.
Hal itu didasarkan data kuartal satu 2021 dari JustWatch yang diterima CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu, Disney+Hotstar masih menjadi layanan streaming asing terbesar di Indonesia dengan cakupan 22 persen, unggul satu persen dari Netflix.
Jadi, kalaupun China cuek dan penonton di Indonesia tak jua berani ke bioskop, Shang-Chi masih bisa mengeluarkan jurus andalannya melalui layanan streaming dalam mengeruk cuan dari penonton meski baru terlihat pada November nanti.