Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang tersangka kasus penyelundupan narkoba di Singapura, Chum Tat Suan, meminta untuk dihukum mati ketimbang harus dijerat hukuman penjara seumur hidup. Namun pada Senin (7/3), Pengadilan Tinggi menolak permintaannya dan tetap menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup.
Seperti dilansir
Channel NewsAsia, Chum dinyatakan bersalah pada Agustus 2013 lalu atas tuduhan mengimpor 94,96 gram heroin ke Singapura.
Pelanggaran semacam ini di Singapura memang seharusnya diganjar hukuman mati. Namun, ada perubahan hukum pada 2013 yang memungkinkan penyelundup narkoba lepas dari jerat hukuman gantung dengan dua persyaratan.
Pertama, hakim harus puas dengan pembuktian bahwa orang tersebut hanya kurir yang perannya mengangkut, mengirim, menyerahkan, atau diminta untuk melakukan hal-hal tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, para jaksa juga harus diyakinkan bahwa orang tersebut sudah memberikan bantuan substantif bagi Badan Pusat Narkotik untuk mengungkap aktivitas penyelundupan narkoba di dalam atau luar Singapura.
Sebagai alternatif, orang tersebut juga harus membuktikan bahwa ia mengidap kelainan jiwa yang membuat mentalnya imparsial.
Kasus Chum sendiri sebenarnya memenuhi kedua persyaratan ini. Namun, Chum meminta pengacaranya, Nandwani Manoj Prakash, untuk menginformasikan Pengadilan Tinggi bahwa ia tak ingin dihukum penjara seumur hidup.
Permintaan tersebut tak berselang lama setelah Nandwani mengajukan permohonan mitigasi pada 12 Februari, meminta pengadilan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup ketimbang pidana mati.
Namun pada akhirnya, pengadilan menolak permintaan tersebut. Saat pembacaan putusan, hakim Pengadilan Tinggi, Choo Han Teck, mengatakan bahwa kasus Chum memang seharusnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, bukan eksekusi mati.
"Tidak ada faktor sampai hari ini yang dapat diganjar hukuman mati," ucap Choo.
Choo kemudian menjelaskan bahwa heroin yang dibawa memang melebihi batas maksimal 15 gram untuk diganjar hukuman mati. Namun dalam kasus-kasus serupa sebelumnya, pengadilan melihat bahwa hukuman yang pantas adalah penjara seumur hidup.
"Saat memikirkan apakah saya harus memberlakukan hukuman mati jika merujuk pada fakta kasus ini, tidak ada kasus serupa di mana pengadilan memberlakukan hukuman seumur hidup ketimbang hukuman mati," katanya.
Choo mengatakan bahwa mungkin menurut Chum, dihukum penjara seumur hidup merupakan takdir yang lebih kejam daripada mati karena ia tidak akan melihat dunia sebagai manusia bebas hingga kira-kira berusia 80 tahun. Namun, Chum tak dapat melakukan apa-apa.
"Ia di sini untuk menerima hukuman dan bukan fungsi pengadilan untuk memenuhi permintaan matinya. Tugas pengadilan bukan untuk mengevaluasi pilihan hukuman tersangka. Keputusan ada di tangan pengadilan, bukan pelaku" ucap Choo.
(den)