Kuala Lumpur, CNN Indonesia -- Hari itu, tepatnya 29 Agustus 2015, sekitar 500 ribu orang yang tergabung dalam kelompok masyarakat Bersih tumpah ruah di ruas jalan Kuala Lumpur, Malaysia. Di bawah matahari yang terik, mereka memekik, “Turunkan Najib Razak!”
Di tengah unjuk rasa menuntut reformasi di Malaysia, hadir seorang mantan perdana menteri yang dianggap diktator selama dua dekade kepemimpinannya. Ratusan warga, yang sebagian besar berkulit putih dan bermata sipit itu mengelu-elukan nama sang mantan pemimpin, “Mahathir! Mahathir!”
Mahathir atau yang biasa disapa Dr. M, saat itu masih bergabung dalam Partai UMNO, kelompok politik berkuasa di Negeri Jiran. Ia kemudian mengundurkan diri sebagai bentuk protes karena UMNO kini dianggap hanya sebagai kekuatan untuk menyokong pemerintahan Najib yang korup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak orang mencibir melihat kehadiran sang mantan pemimpin bertangan besi, tapi ketua dari Bersih, Maria Chin, mengambil sisi positif dari kehadiran Mahathir.
“Ya, dia membawa dampak positif, tapi tetap jangan lupakan peran kuat masyarakat yang hadir,” ujar Maria saat ditemui
CNN Indonesia.com di Malaysia dua pekan lalu.
Dampak positif tersebut juga diakui oleh seorang aktivis Malaysia yang turut ambil bagian dalam Bersih, Hishamuddin Rais. Sejak Bersih pertama dihelat, Hisham didaulat menjadi kepala penggerak rakyat.
Tak Wakili Seluruh MalaysiaDengan dukungan dari 90 organisasi non-pemerintah yang tergabung dalam Bersih, Hisham pergi menyusuri semua daerah di semenanjung pantai barat Malaysia untuk menghimpun suara rakyat. Di sana, ia menemukan fakta yang mencengangkan.
Masyarakat Tionghoa lebih melek mengenai pergerakan ini ketimbang orang Melayu, bahkan di salah satu daerah, Ipoh, sekitar 98 persen warga yang menyatakan turut serta merupakan warga keturunan China. Mereka membeli baju dan mengumpulkan donasi hingga 2 juta ringgit, atau sekitar Rp6,7 miliar.
“Betul, Bersih 1 dan 2 memang tidak merefleksikan masyarakat Malaysia. Ini untuk saya adalah satu kegagalan dan saya berpikir kembali mengapa kami gagal,” tutur Hisham kepada
CNN Indonesia.com.
Namun pada Bersih 4, lanjut Hisham, ada gelora berbeda di tengah kerumunan gerakan rakyat yang kian ramai. Dalam lautan warga berkulit putih dan bermata sipit, mulai membaur pula warga Melayu.
“Hari pertama Mahathir datang pukul 7 petang. Dia datang selama 30-40 menit, saya tidak melihatnya. Hari berikutnya, saya memprediksi dia akan datang, tapi kerumunannya sangat ramai, dia tidak bisa menembus jadi dia di luar. Namun di hari kedua, ada banyak orang Malay datang. Jadi saya tahu, dia memiliki pendukung,” ucap Hisham.
Saat itu juga, Hisham menyadari bahwa kehadiran Mahathir dapat merobohkan tembok pemisah antara warga dari berbagai etnis dan elite Partai UMNO yang mendukung sang mantan perdana menteri.
Dahulu, kata Hisham, ia bahkan tidak dapat duduk bersama kader UMNO untuk membicarakan perubahan. “UMNO seperti absolut di negara ini. Sudah sejak kemerdekaan mereka memimpin. Sulit menembus wilayah mereka,” katanya.
Namun kini, Hisham dapat menembus UMNO, setidaknya sebagian dari mereka yang lebih memilih mengikuti jejak Mahathir ketimbang tetap bersama Najib.
“Sekarang, saya bisa jemput bersama-sama di tingkat yang sama karena UMNO yang sudah lari akan mengizinkan kami berbicara. Ini yang kami manfaatkan. Untuk pertama kalinya, dalam ceramah-ceramah, orang UMNO datang bersama karena dia tahu inilah jalannya,” ujar Hisham.
Tak hanya Hisham, pengamat dari International Islamic University Malaysia, Maszlee Malik, juga mengamini kekuatan Mahathir di tengah masyarakat Melayu, bahkan kepada ahli politik UMNO beberapa daerah.
"Mahathir mempunyai pengaruh di kalangan ahli-ahli UMNO di luar bandar dan di negeri-negeri seperti Johor, Kedah, Melaka dan Negri Sembilan. Pengaruh lapangan [dalam masyarakat] Mahathir punya kekutan di Johor dan Kedah," kata Maszlee kepada
CNN Indonesia.com.
Dengan keyakinan ini, setiap pekan, Hisham bersama Maria dan para pengelola Bersih lainnya menjelajahi seluruh pelosok Malaysia untuk mengadakan
townhall meeting. Di sana, mereka mengajak masyarakat untuk bergerak bersama demi menjatuhkan Najib.
Menurut Maria, kebanyakan orang sepaham mengenai korupsi Najib yang sudah tidak dapat diberi ampun. Bagaimana tidak, setiap harinya di media massa asing, ada saja berita mengenai korupsi Najib atau kerabatnya. Mulai dari aliran dana dari lembaga investasi negara 1MDB sebesar US$681 juta (Rp8,8 triliun) ke rekening pribadinya, hingga masuknya nama anak sang perdana menteri dalam laporan Panama Papers.
Pertanyakan Dukungan terhadap MahathirNamun, banyak pula orang yang mengernyitkan dahi ketika Maria menyodorkan selembar kertas: Deklarasi Rakyat. Dokumen itu berisi 36 poin alasan serta tuntutan dari rakyat Malaysia untuk melengserkan Najib. Terdapat pula tuntutan untuk adanya reformasi institusional.
 Mantan perdana menteri Malaysia Mahathir Mohamad (tengah) bersama dengan mantan wakil perdana menteri Muhyiddin Yassin (kiri) dan mantan menteri dari UMNO Zaid Ibrahim (kanan) menyerukan Gerakan Selamatkan Malaysia. (Reuters/ Olivia Harris) |
Terlihat baik memang, tapi dokumen tersebut awalnya digagas dan ditandatangani pula oleh Mahathir, mantan pemimpin yang di pundaknya sudah tersemat predikat diktator.
Beberapa dari mereka juga mempertanyakan alasan Maria Chin dan Hishamuddin Rais, orang-orang yang pernah menjadi korban tahanan politik di era Mahathir, justru kini berbalik mendukung “musuh lama” mereka.
“Memang ada beberapa orang yang tidak setuju kami bekerja sama dengan Mahathir. Saya ingin
townhall meeting ini menjadi ajang demokrasi. Jika kalian tidak suka dengan cara kami, datanglah dan bicara kepada kami. Jika kalian tidak setuju dengan cara kami, lakukan dengan cara kalian. Berikan saya alternatif. Jika alternatif itu lebih baik, tentu kami akan mendukung kalian. Namun, banyak orang hanya mengkritik, tapi tak memberikan solusi,” papar Maria.
Menyatukan kekuatan dengan Maria, Hisham pun terus berusaha menjelaskan kepada masyarakat bahwa dendam pribadi harus dikesampingkan demi meraih satu tujuan besar utama bersama.
“Dalam sejarah, ini dinamakan United Front, di mana semua pihak bersatu untuk menentang rezim. Sudah terbukti berhasil di berbagai konflik dalam bernegara. Saya juga tidak akan pernah lupa dan setuju ketika Mahathir menahan saya dulu, tapi ini demi bangsa. Ibaratnya, jika Singapura atau Indonesia menyerang Malaysia, saya juga akan berdiri bersama Najib,” kata Hisham.
Lebih jauh lagi, Hisham bahkan yakin, dengan adanya kubu Mahathir di garda pendukung Bersih, perolehan suara saat pemilu juga dapat kuat.
“Menurut perkiraan, hanya tiga persen orang Mahathir datang dengan kami, kami akan menyapu bersih pemilu. Teorinya seperti itu. Dalam ekonomi, ada status paribus. Jika tidak berubah. Dalam politik, semua berubah. Mereka akan memanipulasi pemilu juga, jadi ya…” tutur Hisham sambil mengangguk kecil kemudian mendunduk.
Namun kemudian, ia kembali mengangkat dagunya dan berkata, “Tapi ingat tuntutan Bersih sejak awal. Kami menuntut sistem pemilu yang bebas dan adil. Jangan pernah lupakan itu,” ucap Hisham.
Berbeda dengan Hisham, Menteri Pariwisata Malaysia yang merupakan kader dari UMNO, Nazri Aziz, menganggap bahwa setelah keluar dari partainya, Mahathir tak memiliki kekuatan politik lagi.
“Tun M sudah tidak punya pendukung lagi. Dia mendapat sokongan dulu ketika dia menjabat sebagai Presiden UMNO. Namun, ketika dia sudah berhenti, tidak ada yang menganggap perannya dan peduli terhadap apa yang disebut oleh beliau,” ucap Nazri.
Pernyataan tersebut ditampik oleh Maria yang menjabarkan bahwa aliansi pengikut Mahathir berkedudukan kuat dan dapat berpengaruh besar jika mendukung Bersih. Dalam daftar nama pendukung Mahathir tersebut, Maria menyebut di antaranya mantan perdana menteri Malaysia dan eks-Presiden UMNO, Muhyiddin Yassin, dan bekas menteri dari partai besar itu, Sanusi Junid.
Maria lantas kembali menekankan bahwa kehadiran mereka memegang peranan penting, bukan hanya dari segi jumlah, tapi juga perwakilan dari kelompok mayoritas yang selama ini belum terjamah oleh Bersih.
“Berbicara dengan Barisan Nasional adalah satu nilai tambah bagi saya karena ketika Anda ingin melakukan reformasi demokrasi, itu tidak bisa dilakukan hanya oleh minoritas. Anda harus memiliki dukungan dari mayoritas. Sebelumnya, sangat sulit untuk berbicara dengan mereka. Namun kini, karena ada orang UMNO yang kini mulai berbicara agenda reformasi, memberikan napas segar bagi apa yang kami sebut sebagai reformasi demokrasi. Itu yang kami inginkan,” kata Maria.
(ama)