Jakarta, CNN Indonesia --
Masa depan Boris Johnson sebagai Perdana Menteri Inggris dalam ancaman usai puluhan pejabat mundur dan sejumlah anggota parlemen dari partai Konservatif, mendesak Johnson angkat kaki.
Mereka menilai Johnson tak layak lagi menjadi perdana menteri karena terlalu banyak skandal yang membelitnya. Sederhananya, mereka menganggap Johnson tak pantas jadi PM karena beberapa tindakan dan kebijakannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Partai Konservatif merupakan pengusung Johnson saat pemilihan perdana menteri pada 2019 lalu.
Salah satu anggota parlemen dari Partai Konservatif, Andrew Bridgen, bahkan menilai pengunduran diri para menteri merupakan 'pencapaian' Johnson. Ia lantas menyarankan sang PM untuk angkat kaki dari kursi kekuasaannya.
"Ini saatnya Boris pergi. Dia bisa melakukan ini beberapa jam lagi jika dia mau," ujar Bridgen dikutip AFP pada Rabu (6/7).
[Gambas:Video CNN]
Ia kemudian berkata "Namun saya dan banyak partai sekarang memutuskan dia akan pergi pada reses musim panas [dimulai 22 Juli]: lebih cepat, lebih baik."
Beberapa hari ini tercatat 44 pejabat mundur. Bermula dari Menteri Keuangan Rishi Sunak, dan Menteri Kesehatan Sajid Javid, Menteri Urusan Anak dan Keluarga Will Quince, Menteri Muda Transportasi Laura Trott dan Menteri Sekolah Robin Walker, serta disusul yang lain.
Dalam surat pengunduran dirinya, Sunak bahkan mengatakan rakyat Inggris berhak mengharapkan pemimpin yang layak, kompeten dan serius.
Javid juga menyatakan hal serupa. Ia menuliskan,"Situasinya tak akan berubah di bawah kepemimpinan Anda [Boris Johnson] sehingga tak layak mendapat kepercayaan saya."
Johnson sempat panen pertanyaan di hadapan komite parlemen anggota legislatif senior di Parlemen sebelum perwakilan kabinet tiba di Downing Street yang meminta mengundurkan diri.
Desakan mundur pun juga menggema dari menteri senior asal Partai Konservatif sekaligus orang kepercayaan dia, Michael Gove.
Namun, Johnson tetap pada pendiriannya tak mau lengser. Ia justru memecat Gove karena dianggap tak loyal.
Orang terdekat Johnson yang lain, Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel disebut-sebut mengatakan kepada sang PM, secara umum partai Konservatif meminta mundur.
Lanjut baca di halaman berikutnya...
Anggota parlemen Konservatif, Jonathan Djanogly, juga buka suara. Ia mendesak rekan-rekannya untuk memberi dorongan keras kepada Johnson.
"Nilai-nilai dan etika benar-benar penting dan Inggris layak mendapat yang lebih baik," kata dia di Twitter.
Mayoritas publik Inggris berpikir Johnson harus mengundurkan diri. Jajak pendapat YouGov menunjukkan 69 persen warga Inggris sepakat Johnson harus mengundurkan diri, sementara 18 persen meminta ia tetap bertahan, demikian dikutip Washington Post.
Meski desakan mundur mengitari Johnson, ia tetap enggan melakukannya.
"Tugas perdana menteri dalam situasi sulit ketika Anda telah diberi mandat yakni untuk terus bekerja, dan itu yang akan saya lakukan," kata Johnson di depan parlemen pada Rabu (6/7), dikutip AFP.
Sebelum insiden pengunduran ini mencuat, Johnson telah menghadapi mosi tidak percaya pada Juni lalu.
Mosi itu digelar usai krisis ekonomi membayangi Inggris. Namun, ia masih memiliki dukungan di pemerintahan. Tercatat 211 mendukung Johnson, dan sebanyak 148 memilih agar dia lengser.
Menurut aturan di Inggris mosi tidak percaya hanya bisa dilakukan usai tiga bulan dari mosi sebelumnya.
Namun menurut sumber, Johnson bisa saja menghadapi mosi tidak percaya awal pekan depan, setelah parlemen mengubah aturan sehingga bisa mengizinkan pelaksanaan itu.
Beberapa orang bertanya-tanya, apakah Johnson bisa menopang posisinya meski pemilihan umum digelar lebih awal mengingat sejumlah skandal yang pernah membelitnya.
Beberapa skandal di antaranya pejabat senior di kabinet Johnson, Chris Pincher, yang melakukan pelecehan seksual pada 2017 lalu.
Namun, alih-alih dicoret dari jabatan pemerintahan ia malah masuk kembali di kabinet Johnson pada 2019.
Tindakan pelecehan seksual juga dilakukan anggota parlemen, Imran Ahmad Khan, dan Neil Paris. Mereka berdua pada akhirnya mengundurkan diri.
Lalu pada 2021 lalu, saat Johnson dan istrinya, Carrie Johnson, membayar denda karena menghadiri pesta, yang secara langsung melanggar lockdown Covid-19.
Ia juga disebut melakukan pemborosan anggaran dengan merenovasi apartemennya di Downing Street pada Mei lalu. Biaya renovasi tersebut mencapai sekitar Rp2 miliar.