Jakarta, CNN Indonesia -- Pengembaraan hidup Erwin Hendriyan berakhir dengan borgol ditangan. Pada Senin malam lalu (27/10), di kediamannya yang terletak di bilangan Batununggal Kota Bandung, lelaki berusia 42 tahun itu dicokok tim Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Kota Besar Bandung. Ia dituding sebagai penjual sekaligus pemilik lapak online obat aborsi.
“Dalam proses interogasi dia mengaku telah melakoni bisnis ilegal itu,” kata Kepala Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Bandung, Ajun Komisaris Besar Nugroho Arianto, saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (28/10). Dari tangan lelaki yang mengaku berprofesi sebagai wirawswastawan itu, disita seratus lebih tablet obat aborsi beragam merek. Terdiri dari empat dus merek inisial Cytoxxxx, satu dus merek Nxxx, dan satu dus merek Ixxxx.
Erwin, kata Nugroho, merupakan pemain lama dalam bisnis penjualan obat aborsi di dunia maya. Dalam pengakuannya di hadapan penyidik, lelaki yang kini mendekam di balik jeruji besi Kepolisian Resor Kota Besar Bandung itu, menerangkan sudah lebih dari tiga tahun menjalankan bisnis penjualan pil pembunuh janin. Dalam sebulan terakhir, ia telah melakukan sedikitnya 15 transaksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jangkauannya luas, mulai dari Aceh hingga Merauke,” kata Nugroho menirukan pengakuan Erwin.
Hasil dari tiga tahun berbisnis gelap ini, Erwin menangguk untung besar. Ia yang membanderol obat yang dijualnya di lapak maya itu dengan harga berkisar dari Rp 850 ribu hingga Rp 2 juta, bisa untung nyaris setengahnya. “Mereka jual itu per paket, paket itu tergantung usia kehamilan,” kata Nugroho. Semakin tua masa kandungan, tambahnya, “semakin mahal obat lantaran kuantitas yang harus diminum pembelinya pun semakin banyak.”
Hingga dini hari tadi, Erwin masih bungkam ihwal siapa yang memasoknya. Yang ia terangkan kepada tim penyidik hanya ada seseorang di Jakarta yang juga menjalankan bisnis ini. Dan Erwin mengambil barang dari sang bandar melalui jasa online lewat jasa pengiriman kilat. “Awalnya ia mengaku hanya sebagai reseller,” katanya.
Polisi tak mau dikadali, saat didesak Erwin baru mau mengaku kalau ia sebenarnya sebagai distributor -satu level di atas reseller- dalam jejaring obat penggugur kandungan. Namun, soal siapa dan berapa banyak downline Erwin, polisi tak mau terbuka dengan alasan pengembangan penyidikan. Dalam pengakuannya Erwin berkukuh mengaku tak mengenal siapa pemasoknya dari ibu kota. Sebab semua percakapan dan transaksi dilakukan secara online. “Kalau dia dengan pembeli ada kalanya bertemu muka atau dalam bahasa para pedagang onlie itu, COD (Cash On Delivery),” kata Nugroho.
Rupanya sebelum Erwin, polisi sudah meringkus pemain lain yang bernama Kankan Irawan, warga Kota Cimahi. Menurut Nugroho lelaki yang diringkus di pertokoan itu mengaku sudah beroperasi sejak tahun lalu. Dari pengakuan Kankan terkuak skema bisnis ilegal ini dan mebuat kepolisian terus mengembangkan pengejaran ke sumber lainnya. Belum bisa dipastikan keterkaitan Erwin, Kankan dan seseorang yang berada di Jakarta. Namun polisi berjanji terus mengembangkan kasus ini.
Buntut dari penangkapan ini. Kepolisian lantas bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Bandung untuk meneliti lebih dalam ihwal peredaran ilegal obat aborsi ini. Dinas Kesehatan Kota Bandung pun kemudian tak segan melakukan inspeksi mendadak ke beberapa apotik dan toko obat di kota kembang. Sementara itu, Erwin dan Kankan diyakini tak akan lolos dari jeratan hukum. Mereka berdua dijerat Pasal 196 junto Pasal 197 junto Pasal 198 UU RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.