Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku tengah mendalami dugaan kontrak jual-beli gas fiktif yang melibatkan perusahaan swasta dengan Badan Usaha Milik Daerah, dalam kasus suap alokasi gas di Bangkalan, Madura, Jawa Timur. PD Sumber Daya, yang digunakan Pemerintah Kabupaten Bangkalan untuk membeli gas, diduga fiktif lantaran juntrungan suplai gas tak jelas mengalir ke mana.
"Itulah yang sedang kami dalami," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain, saat memberikan keterangan di kantornya, Jakarta, Selasa (9/12).
Dia mengatakan, pendalaman penyidikan itu dilakukan agar dapat menyibak anatomi kasus secara utuh. Nantinya, pemetaan kasus bisa dipilah berdasarkan kapan, bagaimana, siapa, dan mengapa kasus itu berkembang. "5W-1H nya harus jelas," ujar Zul.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, telah beredar kabar PT Media Karya Sentosa dari pihak swasta melakukan kontrak jual beli gas fiktif dengan Pertamina Hulu Energi dan kontrak palsu dengan PD Sumber Daya, dalam membangun jaringan pipa gas di Bangkalan. Hal itu terkuak setelah KPK menangkap tangan bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin, dalam dugaan suap alokasi gas di daerah yang sempat dipimpinnya.
Zul sendiri mengaku sudah lumrah mendapati adanya perusahaan bodong yang dijadikan sebagai tameng jual-beli atau transaksi fiktif. Modus itu dilihat KPK sebagai benteng usang untuk menyamarkan upaya tindak pidana korupsi.
"Dari perkara-perkara yang kami tangani, (modus) itu banyak terlhat. Dari kasus hambalang, misalnya, kan banyak PT yang sebetulnya tidak berintegrits bagus, sebagian bahkan akal-akalan," kata Zul.
KPK sebelumnya telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap alokasi gas di Bangkalan. Mereka adalah Fuad sebagai pihak penerima, Direktur PT Media Karya Sentosa Antonius Bambang Djatmiko selaku pihak pemberi dan Rauf sebagai perantara Fuad.
Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto mengatakan Fuad diduga menerima hadiah atau janji terkait jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
"Diduga dilakukan secara bersama-sama oleh tersangka dengan inisal ADB, sebagai pemberi, dan FAI sebagai penerima," ujar Bambang saat memberikan keterangan pers di kantornya, Jakarta, Selasa (2/12) lalu.
Atas tindakannya, Antonius disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a, serta pasal 5 ayat 1 huruf B serta pasal 13 jo pasal 55 ayat 1 KUHP. Sementara untuk Fuad dan Raug dikenakan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 pasal 11 junto pasal 55 ayat 1 c1 KUHP.