Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak menanggapi desakan organisasi internasional yang mengurusi hak asasi manusia (HAM), Amnesty International, untuk membatalkan hukuman eksekusi mati terhadap terpidana kasus peredaran narkoba. Menurut Jokowi, tiap negara memiliki hukum yang diterapkan dan harus dipatuhi oleh siapapun yang memasuki negara tersebut.
"Itu hukum positif di Indonesia dan sudah diputuskan oleh pengadilan. Harus menghargai bahwa semua negara itu memunyai aturan sendiri" kata Jokowi di Bina Graha, Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/12). Oleh sebab itu, Jokowi mengaku akan tetap menjalankan hukuman tersebut.
(Baca juga:
Yasonna Laoly: Bandar Narkoba Akan Dihukum Mati)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai pertemuan dia dengan para aktivis HAM, Jokowi memastikan akan menyampaikan hasil pertemuan tersebut di Yogyakarta, pagi ini, Selasa (9/12). "Akan saya sampaikan di Yogyakarta," ujarnya.
Jokowi sebelumnya meminta Jaksa Agung HM Prasetyo mengeksekusi lima narapidana yang divonis mati akhir tahun ini, antara lain narapidana gembong narkoba.
Permintaan pemerintah ini ditentang keras oleh Amnesty International. Organisasi ini menganggap hukuman mati merupakan tindakan pelanggaran HAM.
(Baca juga:
Jokowi Minta Lima Napi Narkoba Dieksekusi Mati Bulan Ini)
Prasetyo sebelumnya juga telah memastikan bahwa Jokowi tak akan bersikap lunak dalam penanganan kasus penyalahgunaan narkoba. Jokowi dipastikan menolak grasi bagi terpidana mati narkoba.
(Baca juga:
Presiden akan Tolak Grasi Terpidana Mati Kasus Narkoba)
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 39 tahun 2009 tentang Narkotika, mereka yang bisa dijerat dengan hukuman mati adalah produsen atau pengedar dengan barang bukti lebih dari 5 gram.
Saat ini Kejaksaan Agung tengah menyiapkan eksekusi mati bagi lima bandar narkoba. Masing-masing ada di Banten dua kasus, DKI Jakarta satu kasus dan Riau dua kasus.