Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Narkotika Nasional (BNN) saat ini tengah menjajaki kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kerjasama itu dilakukan untuk merealisasikan jeratan hukum kepada para penegak-penegak hukum yang menerima gratifikasi dari pelaku tindak pidana narkotika.
Direktur Pengawasan Tahanan, Barang Bukti dan Aset BNN, Komisaris Besar Sundari mengatakan, kerjasama diambil karena pihaknya menemukan banyak kejangggalan-kejanggalan dalam proses penyelesaian perkara narkotika.
"Ini baru proses awal karena BNN tidak mempunyai kewenangan untuk menangani kasus korupsi dan gratifikasi. Selama ini BNN kerap melihat kejanggalan-kejanggalan dalam proses penyelesaian perkara narkotika." ujarnya kepada CNN Indonesia di Gedung Pascasarjana UI, Salemba, Jakarta, Jumat (12/12).
Sundari mencontohkan, salah satu kejanggalan yang pernah dihadapinya adalah ketika BNN menemukan seorang terdakwa kasus narkotika yang mendapat tuntutan hukuman sangat ringan. Tidak hanya itu, keanehan juga ditemukan ketika ada barang bukti kasus dilaporkan hilang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian terpidana yang seharusnya tidak mendapat remisi tapi malah mendapatkannya. Ada juga yang bisa pindah dari satu lapas ke lapas lain. Kan, uang semua itu," kata Sundari.
Pada kesempatan yang sama, mantan Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto juga memaparkan, selama ini BNN hanya mampu mengejar aliran uang haram dari terpidana yang mengalir ke sipir. Itupun, tambahnya, dilakukan menggunakan pasal pencucian uang di UU Narkotika.
"Ini kan tidak maksimal. Padahal dia pegawai negeri," katanya. Tanpa perlu membuat nota kesepahaman, Benny berpendapat, penindakan terhadap oknum penegak hukum seharusnya tetap bisa dilakukan.
Setelah berkas penyidikan diterima jaksa penuntut umum, misalnya, Kejaksaan dapat dengan bersamaan membuka dugaan gratifikasi. "Harus proaktif, toh barang buktinya sudah ada. Namun perlu duduk bersama sehingga jangan sampai ada ne bis in idem," katanya. Istilah yang disebut Benny itu merujuk prinsip hukum yang melarang seseorang diadili dua kali dalam perkara yang sama.
Benny, yang kini menjabat Ketua Ikatan Alumni Pascasarjana UI menegaskan, menjerat pelaku gratifikasi dalam perkara narkotika sangat penting. "Ini harus dipikirkan karena uang yang beredar di perkara narkoba sangat banyak," tuturnya.
Sundari menambahkan, upaya ini nantinya tidak hanya akan menjerat pejabat lapas, tapi dari seluruh pihak yang berperan dalam criminal justice system. "Semuanya, dari penyidik, jaksa, hakim, hingga ke muaranya di sana," ujarnya.