Pangkalan Bun, CNN Indonesia -- Kesibukan melanda Bandar Udara Iskandar Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, sejak insiden jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501, Ahad (28/12).
Berbagai kalangan manusia dari berbagai latar belakang profesi yang berbeda berkumpul. Waktu seolah bergerak terus, tanpa jeda di sana.
Ada tim dari Badan SAR Nasional yang mengenakan baju seragam khas oranye celana panjang hitam, tampak sibuk hilir mudik. Lalu, ada juga tim dari kepolisian dengan baju cokelat. Mereka mendirikan posko untuk berkoordinasi dengan tim lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain tim dari kepolisian, ada juga tim dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang siaga di pinggir landasan udara bersiap-siap menggotong tandu jenazah menuju ambulans terdekat, membantu tim SAR.
Sementara itu, tak ketinggalan pula awak media, yang pakaiannya tampak lebih santai namun tak kurang sibuk dari anggota Basarnas. Waktu dihabiskan untuk memburu informasi bagi pembaca.
Semuanya bekerja keras. Sebagai lokasi transit pencarian dan pengevakuasian jenazah dari Selat Karimata menuju Surabaya, tim yang berjaga di Bandara Iskandar mesti selalu bersiaga. Pasalnya, serpihan pesawat atau jasad penumpang bisa datang kapan saja, baik dari kapal laut ataupun helikopter.
Untuk jenazah, tim mesti cekatan untuk mengurusnya agar bisa lekas diidentifikasi tim forensik di Rumah Sakit Bhayangkara, di Markas Besar Polda Jawa Timur. Namun, di balik riuh rendah tim pencari dan pengevakuasi, ada pula kesibukan sekelumit orang yang nyaris tak diperhatikan.
Mereka adalah tim dari posko konsumsi di Pangkalan Bun. Sejak pencarian difokuskan di sana, lima posko konsumsi dididirikan dengan spontan dan dengan motivasi kemanusiaan.
Latar belakang tim tersebut bermacam-macam dari perusahaan kelapa sawit, bank swasta, hingga organisasi istri-istri para personel Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU).
Rahmat Syah, koordinator posko konsumsi miliki perusahaan sawit lokal di Pangkalan Bun mengatakan telah mendirikan posko bantuan sejak Selasa pekan lalu (30/12).
"Setiap hari kami menyediakan 1.000 nasi bungkus dan pasti ludes," kata Rahmat kepada CNN Indonesia, Selasa (6/1).
Selain nasi bungkus, dalam satu hari posko milik Rahmat juga menyediakan 40 dus mie seduh instan, 60 dus minuman gelas dan berbagai variasi makanan ringan.
"Jika melihat orang-orang yang terus berdatangan, kemungkinan kami akan menambah lebih banyak makanan," ujarnya.
Konsumsi untuk KemanusiaanRahmat mengatakan biaya yang dikeluarkan untuk semua konsumsi itu menggunakan dana sosial perusahaan. Semua usaha, katanya, dikerahkan atas nama kemanusiaan.
Perusahaan sawit milik bos Rahmat katanya juga turut menerjunkan tiga unit atau kapal tunda tug boat yang diperbantukan untuk pencarian dan evakuasi jenazah.
"Kapal Ocean Rider milik perusahaan kami juga sempat mengevakuasi dua jenazah dari KRI Yos Sudarso dan KRI Bung Tomo ke pelabuhan Kumai," ujar Rahmat.
Ribuan nasi bungkus yang disediakan posko Rahmat dibagikan secara gratis kepada para relawan, tim pencarian, dan wartawan. Di posko mereka juga disediakan obat-obatan darurat.
Posko konsumsi bukan hanya milik perusahaan Rahmat. Di posko lainnya, seperti yang didirikan oleh para istri TNI AU, beragam jenis makanan dan minuman tersedia untuk sekadar mengganjal rasa lapar dan melepas dahaga. Camilan, minuman ringan, hingga buah-buahan tersedia.
"Kami di sini benar-benar atas inisiatif sendiri. Apa yang bisa kami lakukan selain membantu para tim yang sudah bekerja keras di sini. Setidaknya kami tidak sekadar duduk di depan layar televisi," kata Lidya Evilinawati, yang mengoordinir posko konsumsi tersebut.
Pasangan hidup Danlanud Iskandar Johnson Simatupang itu mengaku senang bisa memberikan kontribusi. "Meski hanya minuman dan gorengan tapi kami senang melihat makanan yang disajikan disantap lahap," ujarnya.
(utd/obs)