Jakarta, CNN Indonesia -- Pencarian AirAsia QZ8501 telah memasuki hari kesepuluh, Selasa (6/1). Selama itu pula, berbagai pesawat di bawah komando Badan SAR Nasional berlalu-lalang di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Di antara kesibukan awak pesawat domestik dan luar negeri, Juru Radio Udara (JRU) menjadi faktor penting pengendali lalu lintas penerbangan di Bandara Halim.
Kesibukan sang JRU terlihat jelas di area Posko Pencarian AirAsia QZ8501 Halim. Dalam sebuah ruangan, lima personel tampak berkumpul. Mereka duduk dikelilingi meja dengan perlengkapan radio di atasnya. Ada yang bertugas mendengarkan laporan yang diterima dari pesawat, ada pula yang sibuk mencatat di buku laporan.
"Kami ini jembatan," ujar Sertu Arif Sumarsono. Sejak pertama kali AirAsia QZ8501 hilang kontak, Minggu (28/12), tak sekalipun Sertu Arif absen di posko pencarian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jembatan yang dimaksud Arif ialah menjembatani komunikasi antara pesawat di udara dengan komando dari daratan. "Kami bekerja mulai dari mengumpulkan info dari Basarnas, pergerakan pesawat mana harus ke mana, arahan sektor, rute ke mana saja, apa yang dibawa, berapa jam terbang, sampai mencatat hasil temuan," kata Arif.
Sebagai seorang JRU, Arif tak boleh lengah sedikitpun. Jika tak konsentrasi sedikit saja, nasib pesawat beserta awak jadi taruhannya. "Kami harus pantau juga sisa
fuel (bahan bakar) di pesawat berapa. Kalau tidak cukup, ya harus mendarat," ujarnya.
Hilang kontak dengan pesawat adalah pantangan bagi JRU. "Biasanya setiap 5-10 menit, kami tanya pergerakan pesawat. Harus begitu," kata Arif.
Mengemban tugas dari darat untuk mendampingi pilot dan kopilot di udara, jelas bukan hal mudah. Arif dan timnya sadar mereka mengemban tugas penting karena menyangkut keselamatan pesawat beserta isinya.
Oleh sebab itu ketika koneksi radio terhalang, JRU bakal mulai panik. Padahal cuaca buruk menjadi kendala utama yang harus mereka hadapi sehari-hari.
"Radio kami ini
Single-SideBand (SSB), ada yang
High Frequency dan
Very High Frequency yang bisa menangkap sinyal sampai Jayapura. Tapi kalau cuaca buruk, ya semua terhalang. Panik," kata dia.
Setelah misi pencarian pesawat rampung, JRU juga bertanggung jawab untuk melaporkan hasil temuan kepada Komandan Lanud Halim Perdanakusuma, Marsekal Muda Sri Pulung, untuk nantinya dilanjutkan ke Kepala Basarnas Marsekal Madya FH Bambang Soelistyo.
Seluruh rangkaian penerbangan harus terpantau tim yang terdiri dari satu perwira menengah, dua perwira pertama, dan anggota juru radio udara itu.
Arif menghabiskan sedikitnya 16 jam sehari agar tak satupun informasi luput dari pantauannya. "Saya
standby satu jam sebelum pesawat berangkat. Biasanya pesawat pertama berangkat jam 06.00 WIB, berarti saya harus siaga di pos jam 05.00 WIB. Bisa juga dari jam 04.00 WIB," kata dia.
Setelah seluruh penerbangan berhenti, tugas JRU pun tak lantas selesai. Arif masih harus menunggu proyeksi pergerakan pesawat dari Basarnas untuk esok hari. "Biasanya malam. Jam 21.00 WIB paling cepat. Saya tidak mungkin pulang sebelum jadwal keluar," kata pria 25 tahun itu.
Untuk mengemban tugas penting tersebut, Arif telah enam bulan berlatih di Sekolah Calon Bintara, Magelang. Dia mengatakan sudah paham dengan tugasnya, termasuk untuk menghabiskan waktu lebih dari setengah hari guna mendengarkan bisingnya radio.
"Memang seperti itu tugas 'jembatan'," ujar Arif sembari tersenyum.
(meg/agk)