Jakarta, CNN Indonesia -- Keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penyidikan kasus korupsi yang diduga melibatkan pejabat kepolisian, penting untuk menjaga objektivitas. Pasalnya, pengawasan oleh internal kepolisian berpotensi pada konflik kepentingan. Terlebih jika individu terkait memiliki pangkat jauh lebih tinggi dari penyidiknya.
Hal tersebut disampaikan oleh pengamat kepolisian sekaligus dosen pascasarjana Departemen Kriminologi Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, kepada CNN Indonesia, Senin (12/1). "Sampai sekarang, penyidikan dugaan korupsi pada individu kepolisian hanya berjalan sendiri-sendiri," kata dia.
Padahal Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memberikan kewenangan kepada KPK untuk melakukan supervisi penyidikan kepada Kepolisian dan Kejaksaan --dua lembaga yang dinilai masih lemah dalam penindakan korupsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semestinya pula, menurut Bambang, Kepolisan atau Kejaksaan bisa melaporkan proses penyidikan dan penyelidikannya kepada KPK. "Tetapi fungsi tersebut (supervisi KPK) kurang dijalankan," kata dia.
Bambang mencontohkan kasus penyidikan dugaan korupsi di Kepolisian yang hanya berhasil menjerat sedikit nama. "Polisi itu terjerat karena memiliki pangkat rendah. Sementara mereka yang terindikasi korupsi dengan pangkat tinggi tak pernah dipublikasikan," kata dia.
Pernyataan Bambang ini menyusul penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menemukan ada indikasi ketidakwajaran dalam rekening kandidat tunggal Kapolri, Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan. (Baca:
PPATK Sebut Ada Indikasi Tak Wajar di Rekenung Budi Gunawan)
Hasil analisis PPATK tersebut lalu disampaikan kepada Kepolisian yang kemudian melakukan penyidikan internal. Dari penyidikan tersebut, Kepolisan mengatakan ketidakwajaran dalam rekening Budi Gunawan berasal dari aktivitas bisnisnya.
Publik saat ini mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo memilih Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Dalam surat pengajuan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri ke DPR, Jokowi menyebut Budi Gunawan layak diangkat sebagai Kapolri karena memiliki kemampuan, kecakapan, dan memenuhi syarat.
Sementara Komisi Kepolisian Nasional yang diminta Jokowi mengajukan nama-nama calon Kapolri kepadanya untuk dipilih, mengatakan tak tahu kriteria Presiden dalam memilih Kapolri.
Kompolnas semula hendak meminta rujukan dan penyelidikan rekam jejak calon-calon Kapolri kepada KPK, PPATK, dan Komnas HAM. Namun keinginan tersebut urung terlaksana lantaran Jokowi ingin secepatnya memproses pergantian Kapolri, meski sesungguhnya Kapolri saat ini, Jenderal Polisi Sutarman, baru akan pensiun Oktober 2015. (Baca:
Kompolnas Tak Minta Rujukan KPK-PPATK dalam Usulkan Calon Kapolri)
(utd/agk)