Jakarta, CNN Indonesia -- Kontroversi penunjukkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon kepala kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) semakin berkembang. Presiden Joko Widodo diminta untuk segera menentukan sikap terkait pencalonan tersebut.
Direktur Eksekutif PolcoMM Institute Heri Budianto menilai Jokowi harus segera memberikan keterangan kepada publik untuk menghindari penilaian negatif terhadap dirinya selaku Presiden Republik Indonesia.
"Jika Presiden tidak memberikan penjelasan soal ini. Maka, penilaian terhadap Presiden semakin negatif, terlebih jika dikaitkan dengan tuduhan lawan-lawan politik Jokowi yang menyatakan Jokowi tunduk pada tokoh partai tertentu," kata Heri melalui pernyataan yang diterima CNN Indonesia, Rabu (14/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini, banyak pihak menilai Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memiliki pengaruh besar dalam penunjukan Komjen Pol Budi Gunawan. Pengamat menilai pencalonan tersebut disebabkan karena Komjen Budi Gunawan sangat dekat dengan Ketum PDIP tersebut. Budi, misalnya, pernah menjadi ajudan Megawati pada 2001-2005.
Heri mengatakan ini merupakan tamparan berat bagi Presiden Jokowi karena menunjukkan ia kurang mampu memilih orang-orang bersih yang akan membantunya menjalankan roda pemerintahan. Hal tersebut diperburuk dengan tidak dilibatkannya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pencalonan tersebut.
"Tidak konsisten, khususnya, dalam konteks pemilihan pembantu Presiden. Soal Kapolri, KPK dan PPATK tidak dilibatkan.Sangat disayangkan, padahal awal pembentukan kabinet, masyarakat memberikan apresiasi kepada Presiden karena melibatkan kedua lembaga," kata Heri menjelaskan.
Pada awal pemerintahan Kabinet Jokowi-JK, Presiden menunjukkan komitmennya untuk menunjukkan pemerintahan yang bersih dengan menggandeng KPK dan PPATK dalam seleksi menteri. Saat itu, KPK memberikan rekomendasi daftar nama calon menteri yang terkena tanda merah dan kuning atas laporan kekayaan mereka. Penentuan menteripun berjalan alot karenanya.
Namun, untuk calon Kapolri, pimpinan yang membawahi lembaga yang termasuk paling rentan korupsi, Presiden tidak menyertakan persetujuan kedua lembaga tersebut. Alasannya, penyertaan KPK dan PPATK dalam seleksi calon Kapolri belum dirasa perlu.
Padahal sebelumnya, Kepala PPATK Muhammad Yusuf dalam pertemuan dengan lembaga Indonesian Corruption Watch (ICW) mengatakan pihaknya menemukan adanya indikasi tak wajar dalam rekening calon tunggal Kapolri tersebut.
"Pak Yusuf mengakui adanya indikasi tak wajar dalam rekening Budi Gunawan," kata peneliti hukum ICW Aradila Caesar kepada CNN Indonesia usai pertemuan tersebut.
Analisis tersebut, katanya, sudah diteruskan kepada pihak kepolisian untuk tindak lanjut. Ketika diklarifikasi, pihak kepolisian menyatakan lembaganya tidak menemukan adanya penyimpangan yang dilakukan Komjen Budi Gunawan saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Mabes Polri.
"Artinya tidak ada indikasi perbuatan pidana yang menyangkut Pak Budi Gunawan," kata Ronny.
Sementara itu, pengamat kepolisian yang juga dosen Departemen Kriminologi Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar mengatakan semestinya KPK bisa meneruskan dan mensupervisi pengawasan internal atas kasus dugaan korupsi yang melibatkan individu kepolisian.
"Sampai sekarang, penyidikan dugaan korupsi pada individu kepolisian hanya berjalan sendiri-sendiri," kata dia.
Hal tersebut, katanya, membuka peluang subjektifitas dalam ranah penyidikan di kepolisian.
"Polisi itu terjerat karena memiliki pangkat rendah. Sementara mereka yang terindikasi korupsi dengan pangkat tinggi tak pernah dipublikasikan," kata dia.
Namun, KPK akhirnya buka suara. Tepat pada Selasa (13/1) malam, Ketua KPK Abraham Samad mengumumkan status tersangka Budi Gunawan atas
dugaan penerimaan hadiah atau janji. Menurut Ketua KPK Abraham Samad, penetapan tersangka Budi merupakan hasil penyelidikan berdasarkan laporan-laporan dari masyarakat sejak 2010. Di antaranya, berkaitan dengan laporan mengenai transaksi mencurigakan atau tidak wajar.Hingga berita ini diturunkan, Presiden Jokowi masih menggelar rapat internal bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), Menteri Sekertaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, dan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan.
(utd)