Pengadilan Budi Gunawan, Pakar: Hakim Jangan Sampai Tersesat!

Donatus Fernanda Putra | CNN Indonesia
Senin, 02 Feb 2015 23:31 WIB
Jika hakim Pengadilan Negeri menggunakan pasal 77 KUHAP sebagai landasan putusan praperadilan Budi Gunawan, maka ada kemungkinan terjadinya pelanggaran.
Hakim Tunggal, Sarpin Rizaldi mendata nama kuasa hukum saat sidang praperadilan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 2 Februari 2015. Sidang praperadilan ini ditunda sepekan karena pihak tergugat dalam hal ini KPK tidak hadir. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gugatan praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi diindikasikan melanggar hukum, jika tetap diputuskan. Hal itu diungkapkan oleh Hakim Agung, Djoko Sarwono.

Praktisi hukum yang juga mantan Hakim Agung itu menilai, jika rujukannya tetap menggunakan pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, dapat diartikan adanya pelanggaran yang terjadi. "Ya kalau rujukannya tetap pasal 77 KUHAP tapi perkara tetap diputus kan tidak sesuai. Itu berarti apa? pelanggaran bukan?" kata Djoko saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta, Senin (2/2).

Dia memaparkan, pasal 77 juncto pasal 95 KUHAP, yang menjadi landasan gugatan praperadilan tersebut, lemah secara hukum. Hal ini dikarenakan, menurut Djoko, dalam pasal-pasal tersebut tidak ada tafsir yang menyebutkan bahwa penetapan status tersangka termasuk dalam tindakan yang dapat dipraperadilankan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sesuai aturan hukum yang berlaku, dia mengatakan, Pengadilan Negeri berwenang memutus perkara praperadilan terkait sah tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan, sah tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, dan permintaan ganti rugi atau rehabilitasi untuk perkara yang tidak diajukan ke pengadilan.

Selain itu praperadilan juga dapat memutus ganti rugi atas 'tindakan lain' yang tidak termasuk dalam perkara di atas. Dalam penjelasan pasal 95 ayat (1) KUHAP ditegaskan, kerugian yang timbul akibat tindakan lain yaitu, kerugian yang timbul akibat pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum.

Lebih lanjut, Djoko mengimbau agar hakim dapat berhati-hati dalam memutus sengketa praperadilan antara BG dengan KPK ini. Dirinya mencontohkan, kasus putusan praperadilan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membatalkan status tersangka seseorang seperti yang terjadi pada tahun 2012 tidak bisa dijadikan sebagai rujukan.

Karena, Putusan No 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt-Sel dengan tersangka Bachtiar Abdul Fatah, General Manager PT Chevron ini telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Apalagi hakim pemutus perkara saat itu, Suko Harsono, juga dijatuhi sanksi karena dianggap melampaui kewenangan praperadilan. "Hakim jangan sampai tersesat, saya tidak menakut-nakuti tapi itulah fakta," ujarnya. (meg/sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER