Praperadilan Penetapan Tersangka Berujung Sanksi untuk Hakim

Donatus Fernanda Putra | CNN Indonesia
Senin, 02 Feb 2015 18:19 WIB
Gugatan praperadilan atas penetapan tersangka pernah disidang di PN Jakarta Selatan 2012 lalu. Hasilnya MA membatalkan vonis dan hakim dijatuhi sanksi.
Para kuasa hukum dan saksi menyerahkan kelengkapan administrasi kepada hakim saat mengikuti sidang praperadilan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 2 Februari 2015. Sidang praperadilan ini ditunda sepekan karena pihak tergugat dalam hal ini KPK tidak hadir. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Hakim Agung Djoko Sarwono menilai, penetapan tersangka tak bisa dipraperadilkan. Gugatan praperadilan penetapan tersangka pernah terjadi pada 2012 lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saat itu sidang berakhir pemberian sanksi untuk hakim yang memutus perkara tersebut.

Karena itu menurut Djoko, sidang tersebut tak dapat dijadikan yurisprudensi. Putusan Nomor 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt-Sel tersebut diajukan oleh tersangka Bachtiar Abdul Fatah, General Manager PT Chevron.

Keputusan itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Sementara hakim yang memutus perkara tersebut yakni Suko Harsono dijatuhi sanksi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hakim (Suko) dinyatakan telah melanggar kode etik karena melampaui kewenangan praperadilan," kata Djoko, Senin (2/2) dalam sebuah diskusi di Jakarta. Suko dinilai melakukan pelanggaran berat sehingga dimutasi ke Ambon sebagai hakim biasa.

Gugatan praperadilan Budi Gunawan atas penetapan tersangka dirinya juga dinilai lemah secara hukum. "Dalam KUHAP tidak ada mekanisme praperadilan terhadap status tersangka," kata pakar hukum dari Kemitraan Laode M Syarif.

Laode yang berbicara mewakili para peserta forum memaparkan dalam pasal 77 juncto pasal 95 KUHAP, yang menjadi landasan gugatan praperadilan, tidak ada tafsir yang menyebutkan bahwa penetapan status tersangka termasuk dalam tindakan yang dapat dipraperadilankan.

Ia menambahkan, bahwa pasal 95 ayat 2 KUHAP secara jelas mengatur bahwa permintaan ganti kerugian dapat diajukan ke praperadilan hanya dalam hal perkara tidak diajukan ke pengadilan.

"Pasal 95 juga harus dilihat keterkaitannya dengan pasal 1 angka 10 huruf c KUHAP yang menegaskan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya hanya dalam hal perkaranya tidak diajukan ke pengadilan," kata Laode. (sur/sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER