Majikan Penyiksa Diputus Bersalah, TKI Erwiana Dapat Keadilan

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Rabu, 11 Feb 2015 11:28 WIB
Law Wan Tung, perempuan di Hong Kong, divonis bersalah karena melakukan penganiayaan berat dan intimidasi kriminal atas dua TKI, Erwiana dan Tutik Lestari.
Buruh melakukan aksi memperingati Hari Migran Internasional di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/12). (Antara/Wahyu Putro)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan di Hong Kong, Selasa (10/2), memutuskan Law Wan Tung (44) bersalah karena telah melakukan penganiayaan berat dan intimidasi kriminal atas dua buruh migran Indonesia, Erwiana Sulistyaningsih dan Tutik Lestari Ningsih. Keputusan bersalah akhirnya dijatuhkan majelis hakim setelah kedua korban menggugat sejak awal Januari 2014.

Aktivis Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan keputusan bersalah atas Law tersebut menunjukkan bahwa keadilan bagi buruh migran Indonesia adalah keniscayaan. "Saya mengapresiasi keputusan tersebut. Saya kira pelajaran penting kasus ini adalah Erwiana berani berjuang dengan risiko butuh waktu lama hingga berbuah hasil," kata dia kepada CNN Indonesia, Rabu (11/2).

Keputusan bersalah tersebut, ujar Wahyu, merupakan bukti bahwa pemerintah Indonesia harus mendukung upaya buruh migran untuk menuntut majikan mereka dihukum kalau memang bersalah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal tersebut berbeda dengan yang sebelumnya terjadi. Biasanya kalau ada kasus kekerasan yang dialami buruh migran, perwakilan Indonesia di luar negeri akan menyarankan dilakukan jalur damai. "Alasannya, kalau tidak mediasi akan makan waktu lama. Lewat mediasi juga akan dapat ganti rugi," ujar dia.

Wahyu kemudian mencontohkan kasus lain yang dialami buruh migran asal Nusa Tenggara Timur, Nirmala Bonat, yang disiksa majikannya di Malaysia dengan setrika panas, air panas, serta benda logam pada Mei 2004. Saat itu pemerintah Indonesia menyarankan untuk berdamai dan tidak menempuh jalur hukum.

Namun pengadilan pada awal Desember 2014 memutuskan majikan Nirmala Bonat bersalah dan dihukum. Nirmala juga mendapatkan kompensasi atas penganiayaan itu.

"Hal ini merupakan hal langka. Pada kebanyakan kasus kekerasan buruh migran, TKI diajak berdamai, dipulangkan, dan kasus akan hilang begitu saja. Sama sekali tidak memberikan pelajaran apapun," ujar Wahyu.

Dari ribuan kasus kekerasan buruh migran yang terjadi di Hong Kong, menurut Wahyu, hanya 10 kasus yang akhirnya maju ke pengadilan akibat keberanian TKI memperjuangkan nasib mereka.

"Kalau di Hong Kong banyak organisasi buruh, baik lokal dan internasional, yang menekan pemerintah untuk menegakkan hukum. Ada juga Mahkamah Perburuhan di sana. Namun di negara seperti Arab Saudi dan Malaysia hal tersebut sulit sekali diwujudkan," kata Wahyu.

Berdasarkan pengalaman tersebut, Wahyu meminta pemerintah Indonesia untuk lebih aktif mendampingi buruh migran dalam proses hukum atas kasus kekerasan yang mereka alami di luar negeri.

"Jangan seperti kasus Erwiana. Saat memantau sidang pada April dan Mei, saya menemukan pihak kedutaan tidak melakukan monitoring kasus Erwiana. Itu juga akhirnya menang karena desakan organisasi buruh dan tekanan media ketimbang peran pemerintah," ujar Wahyu.

Majikan Erwiana, Law, ditahan pada Januari 2014 karena dua tuntutan kekerasan dan tingkah laku intimidasi atas buruh migran Indonesia lainnya, Nurhasanah. Hakim Amanda Woodcock menemukan bahwa Law telah memukul Erwiana sangat keras sehingga gigi bagian depannya patah. Law juga memotong bibir Erwiana dengan memaksakan pembersih debu masuk ke mulutnya. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER