Jakarta, CNN Indonesia -- Pertemuan antara Bos Sentul City Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng dengan Hakim Muda Bidang Pengawasan Timur Manurung terkuak dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (25/3).
Pertemuan itu dibeberkan oleh orang kepercayaan Cahyadi, Robin Zulkarnaen, yang dihadirkan sebagai saksi persidangan. Menurut Robin, pertemuan antara Cahyadi dan Timur dilakukan lebih dari satu kali.
"Ada pertemuan di Hotel Sultan sebanyak dua kali antara Pak Cahyadi dengan Hakim Timur," ujar Robin di hadapan Majelis Hakim Tipikor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Robin mengaku tidak mengetahui materi pertemuan yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Namun dia mengatakan bosnya punya hubungan dengan Timur sebagai rekan di tempat peribadatan.
"Yang saya tahu beliau (Timur dan Cahyadi) bertemu dan minum wine (anggur). Kebetulan mereka berdua teman seiman, teman gereja," ujar Robin.
Robin pun mengaku tidak tahu banyak tentang adanya pertemuan selain yang dia ketahui. Dia memastikan bosnya tidak menjalin pertemuan sejak ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Timur sendiri pernah dijadikan sebagai saksi dalam kasus yang menjerat Cahyadi pada Januari 2015. Namun hingga kini belum terungkap apakah pertemuan tersebut dijalin agar Timur membantu perkara tukar guling kawasan hutan di Kabupaten Bogor yang telah menjerat Cahyadi.
Cahyadi tersangkut kasus tukar guling hutan Bogor karena diduga menyuap bekas Bupati Bogor Rahmat Yasin untuk mewujudkan ambisinya, yakni mempercepat terbitnya rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 hektare. Pembebasan lahan itu rencananya akan dijadikan pemukiman berupa kota satelit Jonggol City.
Atas perbuatannya, Cahyadi disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cahyadi juga dijerat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 karena diduga merintangi proses penyidikan.
(obs)