Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Nur Aslam Bustaman memvonis terdakwa Neil Bantleman hukuman pidana penjara 10 tahun penjara. Guru Jakarta Intercultural School (JIS) ini juga divonis membayar denda Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara.
"Menghukum Neil Bantleman alias Mr B dengan pidana penjara 10 tahun dan denda 100 juta, jika tidak dapat membayar denda dapat diganti pidana kurungan selama enam bulan," ujar hakim Nur di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (2/4).
Vonis Neil berdasar pada bukti-bukti fakta, seperti hasil pemeriksaan forensik sejumlah rumah sakit dan hasil psikologi dan konseling, serta beberapa keterangan sejumlah saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan yang telah berjalan sejak Desember tahun lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, vonis majelis hakim juga mempertimbangkan profesi Neil sebagai guru yang dinilai mempermalukan dunia pendidikan atas tindakan kekerasan seksual yang ia lakukan.
"Terdakwa melakukan pembentukan opini dengan memberikan keterangan yang salah kepada pihak luar," ujar Nur.
Menurut Nur, sikap Neil tersebut menyalahi aturan persidangan, mengingat sidang selama ini berlangsung tertutup hingga putusan dibacakan.
Pada persidangan-persidangan sebelumnya, kepada majelis hakim Neil mengaku tidak pernah melakukan pelecehan atau kekerasan seksual terhadap tiga anak murid JIS, yaitu MAK, DA dan AL, seperti yang didakwakan kepadanya. Namun, JPU mengindikasikan jawaban Neil adalah bohong.
Berdasar kesimpulan yang dibacakan majelis hakim, bukti yang diajukan JPU mengindikasikan ada tindak kekerasan seksual pada tiga anak murid JIS.
Bukti-bukti ini kemudian diperkuat oleh keterangan saksi korban yang hadir di persidangan. Pernyataan mereka didukung pernyataan saksi ahli psikologi, yakni Nella Safitri Cholid, Nurul Adiningtyas dan Setyani Ambarwati.
Menurut ketiga psikolog tersebut, keterangan saksi korban dapat dipercaya karena memberikan reaksi yang sama saat bersaksi, misalnya berulang kalo menunjuk foto Neil saat ditanya siapa yang melakukan kekerasan seksual terhadap dirinya.
Kemudian pada sidang lanjutan 26 Maret lalu, kuasa hukum Neil mengajukan bukti baru berupa keterangan hasil pemeriksaan medis korban AL dari KK Women's and Children's Hospital Singapore yang menunjukkan anus korban normal dan tidak ada ciri-ciri kekerasan seksual.
Perbedaan hasil medis itu, menurut kuasa hukum Neil, dikarenakan ada perbedaan dalam proses pemeriksaan anuskopi yang dilakukan oleh tim yang terdiri dari ahli bedah, ahli anestesi dan ahli psikologi.
"Kalau ingin mengebor (memeriksa keadaan anus) kan seharusnya dibius dulu. Tapi di rumah sakit di sini (Indonesia) tidak dan dua jam saja (pemeriksaan) sudah selesai. Bagaimana bisa?" ujar Hotman selaku kuasa hukum Neil, di sela persidangan.
Akan tetapi menurut majelis hakim, berdasar keterangan saksi ahli hukum pidana Chairul Huda yang telah hadir di persidangan bukti dokumen tidak bisa berupa fotokopi, mengacu Pasal 187 KUHAP. "Ahli Chairul Huda mengatakan semua dokumen bukti harus asli," ujar hakim Nur.
Hotman mengklaim hasil pemeriksaan bukan tidak asli atau hanya fotokopi. Bukti tersebut sebenarnya sah karena dilengkapi dengan putusan Pengadilan Tinggi Singapura atau Order of Court dengan nomor: S 779/2014 tanggal 11 Februari 2015. (Baca juga:
Komnas PA Minta Pelaku Kejahatan JIS Dihukum Maksimal)
Sebelumnya, Neil dan Ferdinant Tjiong awalnya dilaporkan oleh orang tua murid ke Polda Metro Jaya pada Maret 2014. Menindaklanjuti laporan tersebut, Polda Metro kemudian mendalami kasus tersebut.
Pada 16 Juli 2014, polisi akhirnya menetapkan Neil dan Ferdinant sebagai tersangka dan menahan keduanya atas dugaan kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak murid JIS.
Selanjutnya pada 6 November 2014, Polda melimpahkan berkas perkara kedua tersangka ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Kejaksaan lalu menindaklanjuti berkas perkara dan menyusun dakwaan untuk kemudian dibawa ke pengadilan pada 18 November 2014. (Baca juga:
Kuasa Hukum Terdakwa JIS Minta Kematian Azwar Diselidiki)
Di pengadilan, Jaksa Penuntut Umum menuntut Neil dan Ferdinant dengan tuntutan primer Pasal 82 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 ayat 1 KUHAP dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
(sur)